Memasuki Tahap Perputaran Balik, Bamsoet Optimis Pemulihan Ekonomi Indonesia Mulai Bangkit
Dalam kompetisi global yang ketat berebut pengaruh, berebut pasar, dan berebut investasi, harus diakui kita masih kalah cepat dibandingkan negara lain
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua MPR RI sekaligus Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka Bambang Soesatyo mengungkapkan jika saat ini kita sedang berada dalam tahap perputaran balik.
"Setelah kita mampu melewati masa-masa krusial, serta mampu mengendalikan pandemi covid-19 dengan baik, secara bertahap kita mulai bangkit kembali membangun pemulihan ekonomi. Momentum ini perlu terus dijaga dan dikawal oleh seluruh elemen masyarakat. Saya optimis, dengan TNI dan Polri berjuang bersama-sama kita, kita akan segera bangkit dan pulih kembali," ujar Bamsoet.
Ia mengungkapkan dalam kompetisi global yang ketat berebut pengaruh, berebut pasar, dan berebut investasi, harus diakui kita masih kalah cepat dibandingkan negara-negara lain. Karena itu, tidak ada pilihan lain, Indonesia harus berubah.
"Boleh jadi pandemi telah memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, namun reformasi struktural untuk membangun perekonomian yang inklusif dan berkesinambungan tidak boleh berhenti," ujarnya.
Cara-cara lama yang tidak kompetitif tidak bisa diteruskan. Strategi dan inovasi baru harus diciptakan. Struktur ekonomi yang selama ini didominasi oleh konsumsi rumah tangga, harus ditransformasikan pada sektor yang lebih produktif, untuk mendorong investasi dan ekspor. Investasi harus membuka lapangan kerja baru yang menguntungkan bangsa Indonesia.
"Indonesia tidak cukup hanya lebih baik dari sebelumnya, tetapi harus lebih baik dari yang lainnya. Pertumbuhan ekonomi di masa mendatang akan ditentukan oleh efektifitas kebijakan pemerintah dalam memulihkan daya beli masyarakat dan menarik investasi langsung yang berdampak pada peningkatan lapangan kerja. Jika kita tidak mampu menjawab kedua tantangan tersebut, maka besar kemungkinan perekonomian nasional akan terperangkap dalam jebakan negara berpendapatan menengah," ujarnya.
Memiliki sumber daya alam yang melimpah tidaklah cukup. Faktanya, Indonesia dengan potensi sumberdaya alam yang melimpah justru belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan dan obat-obatan secara berdaulat. Paradigma ekonomi lama dengan prinsip ”asal mengimpor dengan harga murah” atau mengekspor bahan baku mentah, harus diakhiri.
Karena terperangkap dalam prinsip itu, membuat kita kehilangan wahana peningkatan kapabilitas belajar untuk mengolah dan mengembangkan nilai tambah potensi sumberdaya kita.
Tanpa usaha menanam dan memproduksi sendiri dengan penguasaan teknologi sendiri, kita akan kehilangan kedaulatan ekonomi, dan terus mengalami ketergantungan.
"Ke depan, harus dipastikan bahwa yang semarak berkembang di bumi pertiwi bukan sekadar “pembangunan di Indonesia” yang pelakunya bisa saja bukan orang Indonesia atau tidak berjiwa Indonesia, dengan hasil pembangunan yang dapat menyingkirkan dan mengasingkan bangsa sendiri," ujarnya.
Bamsoet menambahkan, yang harus lebih giat kita kembangkan adalah, “pembangunan Indonesia”: pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat Indonesia melalui pengolahan dan peningkatan nilai tambah sumberdaya Indonesia dengan sepenuh jiwa-raga Indonesia.
"Di sinilah pentingnya kita melakukan reformasi struktural. Untuk kepentingan tersebut, dibutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu melakukan lompatan mendahului bangsa lain. Kita membutuhkan sumber daya manusia unggul yang berhati Indonesia, berakhlak mulia, dan berideologi Pancasila. Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang mampu membalikkan ketidakmungkinan menjadi peluang, membuat kelemahan menjadi kekuatan, serta mampu meningkatkan nilai tambah pada setiap produk yang dihasilkan," ujarnya.
Dalam konteks ini, penting kita sadari, bahwa berbagai langkah kebijakan dan stimulus dalam kerangka Pemulihan Ekonomi Nasional dan Reformasi Struktural, yang juga menjadi fokus utama kebijakan fiskal tahun 2022, meniscayakan iklim sosial dan politik yang kondusif.
Di sinilah peran penting dan strategis TNI dan Polri untuk mewujudkan cipta kondisi, agar dinamika sosial politik tetap dalam batas-batas koridor demokrasi yang sehat, dan pembangunan nasional berjalan lancar tanpa adanya disrupsi yang bersifat distruktif.
Selain persoalan kesehatan dan ekonomi, masih banyak persoalan yang harus kita tangani secara sungguh-sungguh. Perkembangan globalisasi yang ditandai arus komunikasi dan interaksi yang semakin mudah dan terbuka, di satu sisi harus dapat kita manfaatkan, namun di sisi lain, juga haruskita waspadai.
"Saat ini, pengetahuan dan pengalaman yang positif jauh lebih mudah diperoleh. Namun, pada saat bersamaan juga membawa ancaman: ancaman terhadap ideologi Pancasila, ancaman terhadap peradaban, tradisi dan seni budaya, serta ancaman terhadap warisan kearifan-kearifan lokal bangsa Indonesia," ujarnya.
Pembangunan dan pemantapan jati diri bangsa selama ini belum sepenuhnya berhasil untuk mewujudkan suatu karakter masyarakat dan sistem sosial yang berakar pada nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri, yang bersifat khas, unik, modern, dan unggul.
Jati diri bangsa tersebut merupakan sintesis yang positif antara nilai luhur bangsa, seperti nilai religius, kebersamaan dan persatuan, toleransi, serta nilai modern yang universal yang mencakup etos kerja dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, jujur, dan profesional.
Kehidupan politik demokratis berkembang cepat khususnya dalam penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah serta penguatan lembaga perwakilan. Namun, demokrasi belum memberikan hasil optimal dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakan rakyat.
Maraknya politik transaksional mengikis idealisme dan komitmen politik sebagai sarana perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat. Berkembangnya kecenderungan politik identitas dan sentimen primordial dalam kontestasi pemilihan umum merupakan ancaman bagi masa depan demokrasi dan kebhinnekaan bangsa.
Di bidang pertahanan dan keamanan, dinamika lingkungan strategis global diwarnai kompetisi dan perebutan pengaruh negara-negara besar yang telah menempatkan Indonesia pada pusat kepentingan global.
"Jika tidak siap dan waspada Indonesia dapat tergilas dalam kompetisi global yang tidak mengenal batas dan waktu. Berbaurnya ancaman militer dan non-militer mendorong terciptanya dilema geopolitik dan geostrategis global yang sulit diprediksi dan diantisipasi," ujarnya.
Indonesia juga menghadapi ancaman yang umumnya bersifat internal. Bentuk gangguannya adalah separatisme, terorisme, konflik komunal, radikalisme, bencana alam, serta persoalan keamanan perbatasan.
"Beberapa bentuk gangguan lain adalah keamanan maritim dan kejahatan transnasional. Sebagian gambaran yang saya kemukakan di atas, menunjukkan bentangan masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia," ujarnya.
Kondisi tersebut menuntut bangsa Indonesia, terutama penyelenggara negara, para elite politik dan pemuka masyarakat, agar bersatu, bekerja keras, bergotong royong melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan untuk meningkatkan harkat, martabat, dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
"MPR berpandangan, untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia diperlukan peta jalan yang memberikan arah bagi seluruh penyelenggara negara dalam mewujudkan cita-cita nasional sebagai termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peta jalan yang dimaksud adalah menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara yang akan menjadi rujukan atau arahan bagi perencanaan, penyusunan, keputusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pembangunan oleh seluruh penyelenggara negara," ujarnya.
Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam upaya terwujudnya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Cita-cita luhur tersebut adalah cita-cita sepanjang masa yang harus selalu diupayakan pencapaiannya secara berkesinambungan antar-periode pemerintahan, serta sinergitas segenap pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Upaya mewujudkan tujuan nasional tersebut haruslah bersandar pada 3 (tiga) konsensus fundamental bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum/norma dasar, dan haluan negara sebagai kebijakan dasar.
Apabila Pancasila mengandung prinsip-prinsip filosofis, UUD NRI Tahun 1945 mengandung prinsip-prinsip normatif, maka haluan negara mengandung prinsip-prinsip direktif yang akan menjadi acuan dalam penyusunan haluan pembangunan.
Nilai-nilai Pancasila masih bersifat abstrak, pasal-pasal konstitusi juga kebanyakan mengandung norma-norma dasar yang belum memberikan arahan bagaimana cara melembagakannya.
"Belajar dari pengalaman masa lalu dengan mempertimbangkan perubahan UUD NRI Tahun 1945, diperlukan Haluan Negara sebagai pedoman penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tentang bagaimana cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 ke dalam sejumlah pranata publik, yang dapat memberi arah bagi pelaksanaan pembangunan yang menyeluruh, terarah, terpadu dan berkelanjutan, dengan menitikberatkan pada pertumbuhan berkualitas, yaitu pertumbuhan yang meningkatkan pemerataan pendapatan dan lapangan kerja serta pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan, baik partisipasi dalam melaksanakan pembangunan, partisipasi dalam pertanggungjawaban atas pelaksanaan pembangunan, maupun partisipasi untuk menikmati hasil pembangunan," ujarnya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com pada Rabu (2/3/2022) ini, Bamsoet menerangkan Kehadiran Haluan Negara setidak-tidaknya dalam Pokok-Pokoknya dapat membuat pembangunan nasional kembali menemukan ruh dan jati dirinya sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Pokok-Pokok Haluan Negara yang bersifat arahan (direction) tersebut berfungsi untuk:
1. Memastikan adanya satu pedoman/arah bagi seluruh elemen bangsa untuk meneguhkan pokok-pokok pikiran UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana diamanatkan para pendiri bangsa yang diuraikan dalam naskah asli Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
2. Memastikan adanya satu pedoman/arah yang menjamin keberlangsungan Visi Misi NKRI yang termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dalam menghadapi globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bagi Pemerintah Pusat dan Daerah;
3. Memastikan adanya satu pedoman/arah yang jelas dalam perencanaan, penyusunan, keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan nasional di segala bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun mental dan spiritual), yang menjamin
sinergitas, integrasi dan keberlanjutan pembangunan pusat dan daerah, yang tidak bergantung pada momen elektoral;
4. Memperkuat sistem presidensial di era desentralisasi, serta menjamin keberlangsungan kepemimpinan nasional yang konstitusional, kuat dan stabil, serta berwibawa; dan
5. Memperkokoh integrasi bangsa dalam semangat persatuan dan kesatuan, yang berdasar kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
"Dengan mengacu pada dasar pemikiran itulah, perlu disusun arah penyelenggaraan negara dalam bentuk Pokok-Pokok Haluan Negara, yang memuat konsepsi penyelenggaraan negara yang menyeluruh untuk membangun tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta mewujudkan kemajuan di segala bidang yang menempatkan bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa lain di dunia," ujarnya.
Dalam konsepsi reformasi struktural yang ditujukan untuk melakukan transformasi pertahanan Indonesia, tentunya membutuhkan komitmen politik pertahanan jangka panjang yang berkesinambungan.
"Saya sebagai Ketua MPR RI secara akademik, menawarkan pemberlakuan Pokok-Pokok Haluan Negara untuk memastikan keberlanjutan progam strategis bangsa, termasuk transformasi pertahanan menuju pembentukan Kekuatan Pertahanan Indonesia 2045, mendapatkan kerangka legalitas formal yang kokoh," ujarnya.
"Tentunya, pendapat akademik ini harus dikaji lebih dalam untuk memastikan pemberlakukan PPHN akan menjadi penguatan Indonesia sebagai negara demokratis yang ditopang oleh kehadiran Kekuatan Pertahanan yang tangguh. Selamat melaksanakan Rapim Gabungan TNI-POLRI," tutup Bamsoet.