Bamsoet Ajak Pemerintah dan Masyarakat Mengantisipasi Ekses Ketidakpastian Global
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta masyarakat dan pemerintah agar antisipatif menghadapi kemungkinan terburuk karena ekses ketidakpastian global.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI/Kandidat Doktor Ilmu Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka, Bambang Soesatyo dalam Catatan Ketua MPR RI mengungkapkan ketidakpastian global yang terus tereskalasi saat ini nyata-nyata telah menghadirkan ekses yang cenderung multidimensional.
Fakta ini hendaknya dipahami semua elemen masyarakat agar antisipatif menghadapi kemungkinan terburuk. Salah satu ekses dari ketidakpastian global sekarang ini adalah naiknya harga bahan pangan.
Semangat dan keinginan komunitas global untuk segera pulih dari proses perusakan akibat dua tahun lebih Pandemi Covid-19 nampak sulit terwujud saat ini, karena ketidakpastian justru menjadi berlarut-larut.
Bahkan, sebagaimana sudah dipahami semua orang, ketidakpastian global terkini tereskalasi oleh invasi militer Rusia ke Ukraina yang ditentang banyak negara. Sebagai protes atas invasi itu, banyak negara memberi sanksi ekonomi kepada Rusia, antara lain dengan mengurangi impor minyak dari Rusia.
"Karena pasokan minyak ke pasar berkurang, harga energi di berbagai belahan dunia pun melonjak. Oleh karena menjadi salah satu faktor dalam proses produksi, kenaikan harga energi sudah barang tentu berdampak sangat luas. Biaya produksi otomatis naik. Dan, ongkos distribusi yang menjadi lebih mahal berkonsekuensi pada naiknya harga barang, termasuk harga bahan pangan. Biaya jasa-jasa pun akan mengikuti kenaikan harga energi, sebagaimana keluhan masyarakat terhadap lonjakan harga tiket pesawat terbang akhir-akhir ini," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu.
Dinamika global yang belum berkepastian seperti sekarang tampaknya akan berkepanjangan. Bukan hanya semata-mata karena faktor konflik Rusia-Ukraina yang ujungnya belum bisa diperkirakan, melainkan juga karena faktor ketegangan Tiongkok versus Taiwan-Amerika Serikat (AS). Aktivitas militer Tiongkok di sekitar Taiwan yang dinilai provokatif dan intimidatif dikhawatirkan memicu konflik baru di kawasan itu.
"Mewakili Taiwan sebagai sekutunya, AS dan Tiongkok hari-hari ini saling melancarkan perang kata-kata bernada ancaman. Respons Beijing semakin keras setelah AS menyetujui penjualan suku cadang kapal perangnya kepada angkatan laut Taiwan. Ketegangan ini pun pasti berdampak pada berbagai aspek, termasuk aspek perekonomian dan dinamika bisnis. Dalam situasi seperti itu, para pelaku bisnis biasanya mengambil posisi wait and see," lanjut Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan itu.
Akibat ketidakpastian sekarang ini, puluhan negara di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali negeri kaya seperti AS, sudah dan sedang menghadapi ekses. Harga minyak dunia naik 58 persen, harga CPO (crude palm oil) naik 27 persen dan harga batu bara naik hingga 133 persen.
Harga bahan bakar minyak (BBM) yang mahal mendongkrak harga beragam pangan. Konsekuensinya, inflasi pun meroket. Per Mei 2022, angka inflasi di AS tercatat naik menjadi 8,6 persen, tertinggi sejak 1981.
Sejumlah negara bahkan mencatat inflasi hingga puluhan persen. Kecenderungan yang memburuk ini mendorong lembaga multilateral seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global per 2022. IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 3,6 persen dari proyeksi sebelumnya, 4,4 persen. Dan, melalui Global Economic Prospects edisi Juni 2022, Bank Dunia juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2022 menjadi 2,9 persen dari proyeksi sebelumnya 4,1 persen.
"Pemerintah Indonesia pun mewaspadai ekses ketidakpastian global saat ini. Dalam beberapa kesempatan akhir-akhir ini, Presiden Joko Widodo pun sudah mengungkap fakta dan mendorong semua pihak untuk mewaspadai kecenderungan ini. Presiden pernah mengungkap bahwa tidak kurang dari 60 negara saat ini mengalami kesulitan keuangan dan ekonomi," kata Bamsoet.
Lebih lanjut lagi, Bamsoet juga mengungkapkan Indonesia pun sudah menerima dan menanggung ekses dari ketidakpastian global itu karena sebagian kebutuhan BBM di dalam negeri masih harus diimpor. Sebagaimana sudah dipahami publik, sejak 1 April 2022, PT Pertamina telah menaikkan harga jual BBM jenis Ron 92 atau Pertamax menjadi Rp 12.500-Rp 13.000per liter, dari sebelumnya Rp 9.000-Rp 9.400 per liter.
Walaupun belum signifikan, kenaikan BBM jenis Pertamax pun sudah berdampak pada harga beberapa jenis bahan pangan. Para ibu rumah tangga mengeluhkan naiknya harga cabai. Dan, karena harga avtur naik, calon penumpang pesawat terbang pun harus menerima kenyataan akan lonjakan harga tiket pesawat.
"Sebaliknya, untuk mencegah lonjakan inflasi, Pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk tidak menaikkan harga jual BBM subsidi jenis solar dan Pertalite. Kedua jenis BBM itu digunakan oleh masyarakat kebanyakan untuk berbagai aktivitas," jelasnya.