Pimpinan MPR: Dipo Alam Berlebihan Tanggapi Frans Magnis Suseno
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menilai berlebihan kicauan Sekretaris Kabinet Dipo Alam ke pemimpin agama
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menilai berlebihan kicauan Sekretaris Kabinet Dipo Alam ke pemimpin agama minoritas dalam menanggapi protes rohaniawan Romo Franz Magnis Suseno seperti ditulisnya dalam akun Twitternya, @dipoalam49.
"Saya rasa Menteri Dipo Alam itu berlebihan dalam memberikan tanggapan buat surat yang dikirimkan Frans Magnis Suseno," tegas Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y. Thohari, kepada Tribunnews.com, usai menghadiri HUT Ke-10 Forum Silaturahmi Anak Bangsa di Gedung MPR RI, Jakarta, Sabtu (25/5/2013).
"Saya rasa apa yang dilakukan Menteri Dipo Alam itu berlebihan," ungkapnya sekali lagi.
Sebelumnya, di Twitter, akun @dipoalam49 milik Dipo, Seskab ini menilai surat terbuka Franz Magnis Suseno kepada Appeal of Conscience Foundation (ACF) --lembaga yang akan memberikan penghargaan World Stateman Award kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-- tak akurat. Dia misalnya berkicau, "Masalah khilafiyah antar umat Islam di Indonesia begitu banyak, jangan dibesarkan oleh yang non-Muslim, seolah simpati minoritas diabaikan."
Dipo mentwit soal polemik pemberian penghargaan bergengsi ini pada SBY sejak Selasa 21 Mei 2013 lalu. Twit terakhirnya adalah tiga jam lalu. Ada sekitar 12 kicauan Dipo di media sosial tentang topik ini.
Twit yang paling banyak dibicarakan adalah ketika Dipo menegaskan, "Umaro, ulama dan umat Islam di Indonesia secara umum sudah baik, mari lihat kedepan, tidak baik pimpinannya dicerca oleh yang non-muslim FMS."
Mestinya, imbuhnya, Dipo Alam sebagai pejabat negara paham alam demokrasi yang lumrah adanya perbedaan--pihak-pihak lain yang menolak atau setidak-tidaknya yang keberatan dengan pemberian gelar kepada Presiden SBY.
"Biarkan saja surat yang dikirim oleh Frans Magnis Suseno dan pihak-pihak lain yang menolak atau setidak-tidaknya yang keberatan dengan pemberian gelar kepada Presiden SBY," ujarnya.
Mengapa? Karena Indonesia ini adalah negera demokrasi. Dia ingatkan kepada Dipo Alam, negara demokrasi itu selalu memunculkan pro dan kontra, setuju dan tidak setuju, mendukung dan menolak. "Itu sesuatu yang menurut saya biasa terjadi di negara demokrasi," ujar dia.