Lisuma: Menaikkan Harga BBM Bukan Solusi Tepat
Dhika Yudistira, Sekjen Lingkar Studi Mahasiswa Indonesia menegaskan masih banyak langkah solutif yang seharusnya bisa diambil pemerintah
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, JAKARTA-- Dhika Yudistira, Sekjen Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Indonesia menegaskan masih banyak langkah solutif yang seharusnya bisa diambil pemerintah selain menaikkan atau mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Karena menurutnya menaikkan harga BBM, itu jelas-jelas membebani dan menyengsarakan rakyat kurang mampu atau menengah ke bawah. Karena efek dari kenaikan harga BBM yang akan mempengaruhi kenaikan harga-harga lainnya.
Apalagi bila melihat data statistik BPS jumlah seluruh kendaraan di Indonesia pada tahun 2011 yaitu 85,6 juta dan itu terbagi lagi menjadi mobil penumpang, bis, truk, dan sepeda motor. Dan menurut data statistik BPS bahwa dari 85,6 juta kendaraan bermotor di Indonesia 76% dari 85,6 juta itu adalah sepeda motor dan sisanya adalah mobil penumpang, truk, dan bis.
Sedangkan mobil penumpang masih berdasarkan data BPS itu hanya 9,5 juta dan itupun mungkin 80% itu sudah termasuk mobil-mobil tua yang sudah tak layak jalan dan angkutan umum sangat jauh berbeda dengan jumlah sepeda motor yang hingga 68 juta. Dan mayoritas dari pengguna sepeda motor ialah orang-orang yang kurang mampu dan belum mampu dikarenakan ongkos untuk memakai jasa angkutan umum masih lebih mahal daripada ongkos yang mereka keluarkan untuk membeli BBM.
Jadi apabila dicermati dari data statistic BPS perihal jumlah pengguna kendaraan bermotor dan dibandingkan juga dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 242 juta jiwa, jelas pemilik kendaraan pribadi seperti mobil atau kendaraan lainnya yang hanya dapat dibeli oleh golongan orang mampu atau lebih dari mampu itu kurang dari 5%. Artinya 95% subsidi BBM itu sudah tepat sasaran.
Dan apabila ingin melakukan langkah pengurangan atau pencabutan subsidi dapat dikenakan kepada 5% para kepada pengguna kendaraan pribadi atau kendaraan mewah dengan memeberikan pajak STNK yang tinggi bagi pemilik kendaraan tersebut, seperti misalnya 10 atau 15% dari harga pembelian. Contohnya bila harga mobil itu senilai 1 miliar maka sang pembeli harus membayar pajak 10% atau 15% dari harga pembelian yaitu senilai 100 atau 150 juta.
Dia tegaskan, berarti dapat di diartikan bahwa pajak yang tadi dapat dialihkan menjadi dan untuk pembelian BBM dan dapat membantu menyelamatkan APBN. Lanjutnya, bila harga minya mentah dunia untuk light sweet yang di Indonesia menjadi bahan bakar minyak tipe premium itu sekitar 95 dollar per barel maka bila dihitung 10% pajak harga pembelian kendaraan pribadi yang harganya Rp1 milliar yaitu Rp100 juta.
Dengan itu, berarti sebesar Rp100 juta dapat membeli 100 barrel minyak mentah light sweet, 1 barrel minyak light sweet sama dengan 42 US Gallons atau di Indonesia sama dengan 159 liter, sehingga 100 barrel dapat menghasilkan 15.900 liter minyak mentah.
"Itu artinya masih banyak langkah solutif yang seharusnya bisa diambil oleh pemerintah dalam hal menaikkan atau mencabut subsidi BBM yang jelas-jelas membebani dan menyengsarakan rakyat kurang mampu atau menengah kebawah karena efek dari kenaikan harga BBM yang akan mempengaruhi kenaikan harga-harga lainnya," ucap Dhika kepada Tribunnews.com, Jumat (21/6/2013).
Dhika menambahkan, apabila terjadi pencabutan BBM bersubsidi pun bisa dilakukan hanya pada kendaraan pribadi dan mewah saja, itu akan menghemat kurang lebih 40T dan bisa mencegah lonjakan kenaikan harga bahan pokok apalagi yang kita ketahui sebentar lagi kita akan melewati bulan puasa dan idul fitri yang jelas-jelas akan semakin membuat harga pokok melambung tinggi dan semakin menyengsarakan rakyat.
Dhika juga menilai BLSM bukan lah solusi akan tetapi semakin menimbulkan masalah baru, melihat waktu yang dibagikan BLSM hanya 4 bulan saja dan system pembagiannya tidak merata akan menimbulkan konflik social di tengah-tengah masyarakat. Bahkan BLSM terkesan sangat politis karena kemungkinan partai pendukung akan mendapatkan jatahnya atau BLSM (Beli Langsung Suara Masyarakat). (Andri Malau)