Hakim Marah, Saksi Korupsi Alkes Terancam Tersangka
Mantan Direktur Utama Kimia Farma Trading Distribution, Tatat Rahmita Utami disemprot majelis hakim saat memberikan
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama Kimia Farma Trading Distribution, Tatat Rahmita Utami disemprot majelis hakim saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (27/6/2013).
Sikap itu dia terima karena dinilai hakim, terus berkelit saat ditanya dugaan korupsi pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi Rumah Sakit Rujukan Penanganan Flu Burung dan pengadaan Reagen dan Consumable penanganan virus flu burung tahun anggaran 2007 pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan RI.
"Saya ingatkan saudara saksi. Penuntut umum Anda dirumuskan sebagai orang yang bersama-sama melakukan tindak pidana dengan terdakwa Ratna Dewi Umar dalam surat dakwaan. Maka dari itu saya meminta Anda menjelaskan secara benar," kata Hakim Ketua Nawawi Polongan dengan tegas dalam persidangan terdakwa Ratna Dewi Umar.
Setelah itu, Hakim kembali bertanya kepada Rahmita. Tetapi Rahmita masih berbelit-belit dalam menjawab pertanyaan majelis hakim.
Merespon hal itu, hakim Nawawi semakin berang, dan kemudian bertanya kepada jaksa penuntut umum.
"Penuntut umum apakah saksi ini telah ditetapkan sebagai tersangka?" tanya Hakim Ketua Nawawi kepada penuntut umum.
"Sampai saat ini belum yang mulia," jawab Jaksa KPK, I Kadek Wiradana.
"Itu menjadi peringatan buat saudara agar memberikan keterangan yang benar. Jangan mencoba memberatkan atau meringankan terdakwa," kata Hakim Ketua Nawawi.
Setelahnya, dengan nada menekan, Hakim Nawawi kembali menanyai Rahsoal pertemuan dengan Direktur PT Bhineka Usada Raya, Singgih Wibisono, pada pertengahan Desember 2006. Dia membenarkan pertemuan itu. Bahkan menurut dia, Sutikno, anak buah mantan Direktur Utama PT Prasasti Mitra, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, juga hadir.
"Yang hadir pak Singgih, pak Nugroho dari PT Graha Ismaya, pak Sutikno dari PT Prasasti Mitra, satu lagi saya lupa. Saat itu mereka cuma berkenalan kepada saya, dan membahas proyek alkes flu burung pada 2006 yang sudah selesai dilakukan," ujar Tatat.
Hakim Nawawi kemudian kembali bertanya kepada Rahmita, mengenai pertemuan saat membahas proyek alat kesehatan buat rumah sakit rujukan dan reagen flu burung.
Rahmita mengatakan dalam pertemuan kedua setelah pertengahan Desember 2007 itu, Singgih memaparkan kepada dia soal proyek lanjutan yang akan dilakukan Kemenkes.
"Waktu itu Singgih bilang akan ada beberapa proyek lagi di Kemenkes, yang beberapa barangnya akan dia suplai. Dia minta kerjasama dengan KFTD. Dia mengatakan barang-barang akan dipakai pada proyek lanjutan itu ada di PT BUR," kata Rahmita.
Rahmita kemudian melaporkan pertemuan itu kepada anggota Direksi PT KFTD, Suharno.
"Apa kata Suharno saat itu?" tanya Hakim Ketua Nawawi.
"Dia setuju," kata Rahmita.
Rahmita menjelaskan nilai kontrak buat proyek pengadaan alat kesehatan adalah Rp 49 miliar. Sementara, nilai kontrak pengadaan reagen dan consumable flu burung sebesar Rp 29 miliar.