Denny Indrayana: Haram Hukumnya Menyerah
Wakil Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (Wamenkum HAM) RI, Denny Indrayana menyatakan tak akan
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (Wamenkum HAM) RI, Denny Indrayana menyatakan tak akan menyerah dalam mengemban tugasnya sebagai wakil menteri hukum dan HAM kendati banyak pihak yang mendesak agar dicopot dari jabatannya itu.
Menurut Denny, untuk perjuangan melawan korupsi, narkoba, teroris, dan para mafia lainnnya, pilihannya hanya satu yaitu terus maju dan pantang menyerah.
"Karena menyerah berarti kalah. Padahal dalam perjuangan melawan para mafia itu, kita harus menang, kalah bukan pilihan," kata Denny Indrayana dalam pernyataannya yang disampaikan kepada redaksi Tribunnews, Minggu (14/7/2013).
Denny mengatakan, apapun risikonya akan dia hadapi dengan ikhlas. Apalagi Denny mengaku lahir di Kalimantan Selatan (Kalsel).
"Apapun risikonya, akan saya hadapi. Insya allah saya ikhlas. Saya lahir di Kalsel, Pangeran Antasari ketika berjuang melawan penjajah mengatakan, haram manyerah waja sampai kaputing," ungkapnya.
Hal itu dalah satu yang mendasari Denny untuk bertahan mengemban tugas sebagai wakil menteri hukum dan HAM RI.
"Kini setelah merdeka, dalam perjuangan melawan korupsi, melawan para mafia, saya juga ingin mengatakan haram bagi kita, bagi Indonesia untuk menyerah," tegas Denny.
Seperti diberitakan sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani menilai Wakil Menteri Hukum dan HAM layak dicopot terkait kerusuhan yang terjadi LP Tanjung Gusta, Medan.
"Sungguh ironi, Presiden SBY baru mendapat laporan 10 jam setelah peristiwa kerusuhan di LP Tanjung Gusta, Medan, oleh kementerian," kata Yani melalui pesan singkat, Minggu (14/7/2013).
Menurut Yani, ada yang bermasalah di internal kementerian hukum dan HAM. Seharusnya, Presiden mendapat informasi pertama kali dari pihak Kementerian Hukum dan HAM.
"Betapa kementerian tidak memilik responsibility dan tidak memiliki kepekaan terhadap persoalan yang terjadi," kata Wakil Ketua Fraksi PPP itu.
Yani menduga, Presiden SBY hanya diberi pemaparan secara makro terkait PP No 99 Tahun 2012 yang isinya soal pemberantasan korupsi. Presiden tidak mendapat informasi yang cukup dan memadai tentang PP No 99 Tahun 2012 ini.
"Padahal remisi, pembebasan bersyarat dan sejenisnya merupakan alat mujarab bagi para napi supaya berkelakuan baik di Lapas. Itu esensi remisi dan pembebasan bersyarat," katanya.
Kemenkum HAM, khususnya Wamenkum HAM, lanjut Yani, tidak hanya sekadar sidak di Lapas. Seharusnya sidak selama dua kali telah mengetahui pokok masalah di Lapas.
"Pertanyaan mengapa hingga muncul peristiwa di LP Tanjung Agusta? Jadi sidak selama ini hanya bermotif untuk pencitraan Denny Indrayana saja," kata Yani.
Ia menilai kondisi yang tidak baik di internal Kemenkum HAM, seperti lambatnya menyampaikan informasi ke Presiden, termasuk terjadinya kerusuhan di LP Tanjung Gusta.
"Karena disebabkan adanya dua matahari kembar. Seharusnya tugas wamen membantu menteri," imbuhnya.
Untuk itu, Presiden dapat segera mengakhiri dua matahari kembar di Kemenkum HAM dengan mencopot Wamenkum HAM Denny Indrayana.
"Tujuannya agar kerja menteri lebih fokus dan terarah. Selama ini, kerja Menkumham Amir Syamsuddin sudah on the track," tuturnya.