3 Saksi Dianggap Gagal Buktikan Sumber Harta Jenderal Djoko
Tiga saksi menguntungkan (a de charge) yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta,
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tiga saksi menguntungkan (a de charge) yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (30/7/2013), dinilai tidak mampu membuktikan terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo melakukan investasi sehingga menghasilkan keuntungan miliaran rupiah. Ketiga saksi itu yakni Subekti, Dedi Kusmanto dan Dading Saifudin,
Tiga saksi dinilai Jaksa KPK, tidak mampu memberikan bukti tertulis transaksi usaha yang dilakukan dari uang investasi Djoko. Sehingga, tidak mampu meyakinkan majelis hakim bahwa memang ada usaha.
Bahkan, Hakim anggota, Matheus Samiaji sempat menilai usaha pinjam-meminjam uang yang dilakukan saksi Subekti janggal. Sebab, tidak memiliki bukti tertulis telah meminjamkan sejumlah uang kepada para pedagang di Pasar Klewer, Solo.
"Transaksi sodara tidak umum, segitu banyak tetapi bukti tidak ada. Tidak menggunakan kuitansi, tidak ada surat perjanjian," kata Samiaji menanggapi kesaksian Subekti dalam sidang.
Demikian juga, Samiaji mengganggap janggal usaha yang dilakukan oleh saksi Dading Saifudin yang mengaku memiliki usaha jual-beli tanah tetapi tidak banyak memiliki bukti transaksi penjualan tanah.
Senada dengan Samiaji, Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo, juga menganggap janggal kesaksian Subekti yang menjankan bisnis pinjam-meminjam uang ke pedagang hanya berdasarkan kepercayaan atau tanpa surat perjanjian.
Sebelumnya, Subekti mengungkapkan bahwa pada tahun 1991, Djoko mempercayakan uang sebesar Rp 200 juta kepadanya untuk dikelola. Hingga, setiap tahun menguntungkan Djoko bahkan sampai miliaran rupiah.
"Jadi uangnya kita gulung terus setiap tahun. Dengan usaha, jual-beli permata, berlian. Pinjam-meminjam uang. Apa saja yang menguntungkan," kata Subekti.
Subekti mencontohkan, dari modal Rp 200 juta yang diberikan tahun 1991 menghasilkan Rp 230 juta pada awal tahun 1992. Kemudian, pada tahun 1995 menjadi Rp 631 juta. Hingga, tahun 2000 melonjak tajam menjadi Rp 6,150 miliar karena harga dolar Amerika melonjak tajam.
Namun, lanjut Subekti, kerjasama dengan Djoko berkahir pada tahun 2010 dengan total uang masih Rp 14,5 miliar.
Hanya saja, Subekti tidak mampu membuktikan data atau bukti usaha yang dilakukannya. Subekti tidak memiliki toko emas, padahal mengaku bisnis jual-beli permata atau berlian.
Kemudian, Subekti juga tidak memiliki data usaha pinjam-meminjam uang yang dilakukannya terhadap pedagang di Pasal Klewer, Solo.
Sedangkan, saksi Dading Saifudin mengaku pada tahun 1994 meminjam uang sebesar Rp 100 juta ke Sukarno untuk bisnis jual-beli tanah. Dari bisnis tersebut, menghasilkan keuntungan lebih dari Rp 10 miliar yang diserahkan kepada Djoko Susilo.
Kemudian, Dading juga mengaku kembali meminjam uang kepada Sukarno pada tahun 1999 untuk bisnis pemotongan daging sapi.
"Tahun 1999, saya ada usaha potong sapi. Sekitar April atau Mei 1999, pinjam lagi ke pak Sukarno," kata Dading.
Atas usaha tersebut, Dading mengaku menghasilkan keuntungan untuk Djoko lebih dari Rp 7 miliar atas usaha tersebut sampai tahun 2003.
Namun, sama dengan Subekti, Dading tidak dapat membuktikan secar tertulis transaksi usaha yang dilakukannya. (Edwin Firdaus)