Irmadi: Parpol Harus Proaktif Klarifikasi Data DPS
Rakyat sudah apatis dan tidak peduli jika dirinya terdaftar atau tidak terdaftar sebagai pemilih.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kelompok Fraksi Badan Legislasi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, H Irmadi Lubis mengingatkan Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum dan Partai Politik agar tidak hanya mengharapkan kesadaran rakyat untuk memperbaiki Daftar Pemilih Sementara (DPS).
"Rakyat sudah apatis dan tidak peduli jika dirinya terdaftar atau tidak terdaftar sebagai pemilih. Jadi kalau hanya menunggu kesadaran rakyat untuk memperbaiki DPS, dengan cara rakyat yang punya hak pilih melapor bahwa dirinya belum terdaftar, sama halnya dengan bermimpi," ujar Irmadi Lubis, Jumat (2/8/2013).
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumut 1 ini meminta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk bekerja keras memperbaiki data kependudukan dengan menggerahkan seluruh potensi yang dimiliki, dari gubernur hingga kepala desa.
KPU juga tidak bisa lepas tangan dan hanya menganggap tugasnya selesai setelah mengumumkan DPS itu kepada rakyat. KPU juga harus menggerakkan petugasnya dari pusat, provinsi, kabupaten, hingga tingkat KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara).
Selain itu, Parpol juga harus proaktif melakukan klarifikasi data DPS Pemilu 2014 ini dengan menggerakkan mesin parpol dari pusat hingga ke ranting.
"Marilah kita sama-sama bekerja untuk memastikan keakuratan jumlah rakyat yang punya hak memilih . Pemilu dan Pilpres 2014 mendatang harus sebagai landasan daftar pemilih yang akurat, dan jangan lagi ketidakakuratan daftar pemilih selalu menjadi masalah," kata Irmadi Lubis.
Mengenai ketidakakuratan DPS yang dipublikasikan KPU dan mendapat banyak kritikan, Irmadi mengakui hal itu sebagai bukti bahwa data yang dipakai selama ini, baik di Pemilu 2009 maupun di berbagai pemilihan kepala daerah merupakan data yang tidak akurat.
"Ini bukti, bahwa masalah jumlah pemilih pada Pemilu 2009 lalu wajar dipermasalahkan. Demikian juga sengketa Pilkada yang berujung ke Mahkamah Konstitusi kebanyakan akibat jumlah pemilih yang amburadul," ujarnya.