Charles Bonar Sirait Tampik Tawaran Konsultan Politik
Tiap menjelang pergantian hari, Charles Bonar Sirait selalu menghitung apa yang sudah dikerjakannya seharian penuh.
Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiap menjelang pergantian hari, Charles Bonar Sirait selalu menghitung apa yang sudah dikerjakannya seharian penuh. Di waktu-waktu ini, Charles selalu menyusun strategi baru untuk sosialisasi menyampaikan ide kepada konstituennya.
Itu sekelumit yang dilakukan Charles sebagai calon legislatif anggota DPR RI Partai Golkar untuk daerah pemilihan Jakarta I. Apa yang ditempuhnya bukan karena tak punya uang, tapi ingin ide dan gagasan jadi tantangan yang harus diberikan seorang caleg.
"Sudah banyak konsultan politik menawari saya. Terus saya tanya mereka, kalau blue printnya dibuat, berarti yang tahu soal dapil itu konsultan dong, bukan saya," kata Charles membeberkan alasan tak menggunakan konsultan politik, Jakarta, Kamis (5/9/2013).
Presenter televisi ini tak seratus persen menolak jasa konsultan. Menurutnya, Kalau pun diperlukan, konsultan hanya lawan tanding untuk diskusi dan masukan, tidak lebih. Ia justeru lebih suka kalau ide dan gagasannya dikoreksi, tapi tetap strategi politik dijalankannya sendiri tanpa konsultan.
Charles bukan tidak menyadari, mendekati musim pemilu, kehadiran konsultan atau petualang politik seperti jamur di musim hujan. Namun ia ingin mematahkan asumsi, bahwa artis punya ide dan gagasan dengan waktu yang sempit sekalipun.
"Saya melihat hampir semua konsultan politik menggunakan kesempatan sekarang untuk membuat artis, "anda kan tidak punya waktu pak". Tapi itu niscaya akan menumpulkan otak kita kalau strategi pemenangan dilakukan semuanya oleh konsultan," katanya lagi.
Menurut Charles, menyoal strategi sosialisasi ke bawah harus terus dimutakhirkan setiap harinya. Pasalnya, strategi yang digunakan dua minggu lalu di satu tempat, tak selamanya berlaku untuk strategi di tempat lain, dengan waktu yang berbeda.
Meski demikian, Charles mengaku memilik tim sukses, tapi jumlahnya sangat ramping. Ia meyakini, sebagai caleg harus terbiasa berpikir kritis, dan mampu membuat solusi dari tiap masalah publik yang ditemuinya.
"Karena, kalau nanti banyak anggota DPR yang masuk Senayan karena produk konsultan, maka ruang DPR akan hampa dengan ide. Saat ini ibaratnya kita sedang mengambil jenjang S1, S2, dan S3 dari universitas politik. Masa kita mau skripsi kita dibuatkan orang lain," katanya.