BPK Temukan Kecurangan di Sektor Migas Sebesar 221 Juta Dolar
BP Migas atau saat ini yang dikenal SKK Migas memiliki kekuasaan yang begitu besar
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Toni Bramantoro
Laporan watawan tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BP Migas atau saat ini yang dikenal SKK Migas menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki kekuasaan yang begitu besar untuk menetukan kontraktor bisa berinvestasi dalam Sektor Minyak dan Gas (Migas).
BPK pernah melakukan pemeriksaan yang difokuskan pasa cost recovery. Wakil Ketua BPK Hasan Bisri menjelaskan bahwa para kontaktor yang bergerak dalam sektor Migas di Indonesia setelah mendapatkan izin dari SKK Migas atau BP Migas akan menggunakan sitem bagi hasil dimana untuk pemerintah 85 persen dan kontraktor 15 pesen.
“Tapi jangan terkesima dengan persentasi tersebut. Karena 85 persen itu setelah dipotong segala macam biaya, jadi ujung-ujungnya, 65 persen mereka (kontraktor) 45 persen kita (pemerintah). Kalau dihitung-hitung 85 persen tersebut akan dipotong biaya-biaya,” ungkap Hasan Bisri dalam diskusi bertema ‘Urgensi Undang-undang Migas Baru’ di sekretariat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di KAHMI Center, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (7/9/2013).
Dengan tidak ada aturan yang jelas mengenai biaya-biaya yang bisa dibebankan kepada pemerintah, sehingga kontraktor bisa dengan mudah mengkalkulasikan berbagai bentuk biaya sehingga mengurangi pendapatan pemerintah dibidang Migas.
“Ini sebut cost recovery, ini tidak bisa (dilakukan) kenapa karena dalam perjanjian dan peraturan sudah diatur ini biaya yang boleh ini tidak boleh, jelas, clear itu. Persoalannya dalam kontrak itu bunyinya ‘semua biaya’ namun tidak terbatas pada APBN. Jadi biaya apapun, apa saja jadi bisa,” ungkapnya.
Kemudian Mentri ESDM mengeluarkan pedoman tentang biaya-biaya yang boleh dimasukan , tetapi hal tersebut menimbulkan persoalan hukum karena para kontraktor perjanjian yang ditandatangani sebelunmnya mengatakan semua biaya.
“Perjanjian yang sudah ditanadatandatangani tahun 1980-an biayanya ini, kok anda sekarang melarang biaya ini. mereka selalu kembali pada perjanjian karena perjanjian negara nampaknya tidak begitu mudah menyelesaikan perjanjian itu,’ katanya.
Kemudian BPK pun mengikuti kontrak dalam melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan Migas yang sudah mendapatkan izin dengan mengambil sampel 15 sampai 20 kontraktor karena BPK belum bisa melakukan pengecekan terhadap seluuh kontraktor.
“Kami sampling saja 15 sampai 20 kontraktor, paling tidak dalam 2012 kami menemukan 221 juta dolar yang seharusnya tidak boleh dibebankan (kepada negara), itu baru sampling dan saya yakin kalau diperiksa semua pasti lebih banyak,” ungkapnya.
Hal inilah yang menjadi pertanyaan BPK kepada BP Migas, lembaga tersebut dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap para kontraktor Migas. Tetapi BP Migas memiliki wewenang menyetujui budget dan perjanjian anggaran selama satu tahun. Kemudian nanti kalau mau dilaksanakan kontrak diatas 5 juta dolar penunjukannya pun oleh BP migas. “Jadi kekuasaannya begitu besar.,” ucapnya.