Istri Almarhum Munir: Habis Kata-kata Saya untuk Pollycarpus
Suciwati mengaku sudah kehabisan kata-kata.
Editor: Rachmat Hidayat
Anam menuturkan, keputusan MA pada tahun 2008 yang menerima PK dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan menghukum Pollycarpus 20 tahun penjara sudah tepat secara prosedural maupun prinsipil.
"Kejagung memang berhak mengajukan PK kepada MA. Kami juga bisa menerima keputusan MA saat itu. Karenanya, pihak Pollycarpus sebenarnya tak berhak mengajukan PK terhadap PK tersebut," ujar Chairul.
Kuasa hukum Pollycarpus, M Assegaf, mengatakan terdapat alasan-alasan kuat untuk mengajukan PK atas PK Kejagung tersebut.
Ia mengatakan, ada sejumlah kejanggalan dalam putusan PK MA pada 2008 lalu yang menghukum kliennya selama 20 tahun penjara.
Mahkamah Agung (MA) membenarkan telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana penjara 20 tahun Pollycarpus.
"Telah diputus pada tanggal 2 Oktober dengan putusan kabul, dihukum 14 tahun penjara," ujar Rudi Sudianto Kabag Humas MA kepada wartawan di MA, Jakarta, Senin (7/10).
Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 dan meninggal di dalam pesawat rute Jakarta ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38 tahun.
Ia pria keturunan Arab yang menjadi pegiat aktivis HAM Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus.
Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Saat itu, Munir akan melanjutkan studi S2 bidang hukum humaniter di Universitas Utrecht, Belanda.