Uji Materi UU Keuangan Negara Dinilai Tak Tepat
Di satu sisi kekayaan BUMN ingin dipisah dari keuangan negara, namun disisi lain masih minta Public Service Obligation
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi XI, DPR RI, Fraksi PDI-P, Arif Budimanta menilai uji materi Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimohonkan Forum Hukum BUMN dan Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia ke MK, tidak tepat.
Menurutnya, di satu sisi kekayaan BUMN ingin dipisah dari keuangan negara, namun disisi lain masih minta Public Service Obligation (PSO).
"Kalau mau dipisah, kenapa masih minta penyertaan modal. Ini kan tidak tepat," kata Arif, Kamis (24/10/2013).
Dirinya memandang, adanya gugatan itu ke MK, tak lebih merupakan sebuah ketakutan dari Direktur Utama BUMN dalam mengambil keputusan. Hal tersebut karena, jika dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdapat kerugian negara bisa saja di pidana.
Seperti diketahui, Forum Hukum BUMN dan Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Para pemohon menggugat ruang lingkup keuangan negara sepanjang frasa “termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah (Pasal 2 huruf g)” dan “Kekayaan pihak lain yang diperoleh menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah (Pasal 2 huruf i).
Pasal tersebut dinilai diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, karena BUMN sebagai entitas bisnis diperlakukan berbeda dengan sektor swasta.
Dalam praktiknya, regulasi untuk BUMN lebih ketat dibandingkan sektor swasta. Sementara di sisi lain BUMN juga dituntut menghasilkan laba yang besar.