Anak Buah Hotma Minta Rp 1 Miliar untuk Fee
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kembali menghadirkan Direktur PT Grand Wahana Indonesia Koestanto
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kembali menghadirkan Direktur PT Grand Wahana Indonesia Koestanto Hariyadi Wijaya dalam sidang perkara suap pegawai Mahkamah Agung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/10/2013).
Pada persidangan, Jaksa mencecar Koestanto terkait lawyer fee yang diberikan kepada Mario Carmelio Bernardo dari Firma Hukum Hotma Sitompul and Associates sebesar Rp 800 miliar dari kesepakatan Rp 1 miliar secara tunai.
"Bulan enam (Juni) saya diajak Sansan (Komisaris PT GWI) bertemu Mario, diundang Mario. Saya setuju bertemu di Mall of Indonesia di Cafe Excelso, jam 19.00. Mario katakan untuk perkara di PN Jaksel kita hanya bisa berserah diri pada Tuhan, itu yang paling saya ingat," kata Koestanto di hadapan majelis hakim.
Pada pertemuan itu, terang dia, disepakati lawyer fee sebesar Rp 1 miliar. Uang itu, lanjutnya, diberikan Koestanto terkait pengurusan tiga kasus hukum, yakni untuk upaya hukum penipuan pengurusan izin usaha pertambangan di Kabupaten Kampar, Riau, dan penggelapan uang sebesar Rp 400 juta atas nama Hutomo Ongowarsito, upaya hukum perdata di PN Jakarta Utara dan upaya hukum Bupati Kampar.
Usai pertemuan, Koestanto langsung meminta Lili, kasir PT GWI, siapkan cek senilai Rp 1 miliar. Namun, akhirnya cek dibatalkan karena Mario minta pembayaran awal sebesar Rp 500 juta ditransfer ke rekening pribadinya.
"Saya katakan ke Sansan, kok mintanya ke rekening pribadi, harusnya ke kantor Hotma. Kalau nggak ada kuitansi batalin sajalah, nggak enak hatiku, dari pada urusannya panajang. Saat itu ceknya langsung saya batalin," ujarnya.
Setelah itu, kata Koestanto, Sansan kembali mengklarifikasi masalah itu kepada Mario. Akhirnya disepakati bahwa pembayaran dilakukan secara tunai dengan bukti kuitansi.
"Kuitansi saat kejadian saya nggak tahu siapa yang tanda tangan. Terakhir saya baru tahu Deden. Saya ngga cek lagi ke kantor Hotma. Saya pikir cara kerjanya kantor Hotma seperti ini," ujarnya.
Setelah itu, uang diberikan Koestanto kepada Mario secara bertahap. Pertama diberikan Rp500 juta dan kedua Rp300 juta.
"Saya dapat info dari Sansan, ada orangnya Mario yang ingin ambil uang kesepakatan kita. Saya tidak konfirmasi ke Mario soal uang itu. Mario juga nggak konfirmasi. Uang itu diterima kurirnya," terang dia.
Sedangkan, sisanya, uang Rp200 juta untuk fee lawyer, rencananya akan diberikan Koestanto sepulangnya dari Kalimantan. Namun, Mario terlanjur ditangkap oleh penyidik KPK.
Sebelumnya, kasus suap pegawai MA ini berawal dari laporan tindak pidana penipuan pengurusan izin usaha pertambangan di Kabupaten Kampar, Riau, dan penggelapan uang sebesar Rp 400 juta terhadap Direktur PT Buana Jaya, Hutomo Wijaya Ongowarsito ke Polda Metro Jaya. Koestanto merasa ditipu oleh Hutomo soal kerjasama bisnis pembukaan pertambangan batu bara di Kabupaten Kampar, Riau.
Koestanto kemudian mengalihkan pengurusan perkara pidana dan perdata Hutomo ke advokat Mario Bernardo, yang bergabung di kantor firma hukum Hotma Sitompul and Associates. Padahal, dia mengakui telah memenangkan perkara perdata atas bantuan pengacara Chairil Azis.
Sementara perkara pidananya yang ditangani pengacara Fransiska Indahsari masuk dalam tahap banding.
"Makanya saya cari pendapat kedua ke Mario. Saya tertarik karena Mario menawarkan pilihan mengajukan upaya hukum ke Bupati Kampar supaya IUP-nya tidak berpindah tangan," ujarnya. (Edwin Firdaus)