TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI)
Anas Urbaningrum angkat bicara terkait spionase yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya Australia terhadap Indonesia.
"Kalau ada negara lain mendapatkn informasi secara ilegal itu berarti tidak menghormati kedaulatan Indonesia, kalau ada negara lain tidak menghormati kedaulatan indonesia Itu melanggar tata pergaulan internasional dan itu soal yang serius," kata Anas yang ditemui usai diskusi' Membangun Budaya Demokrasi di Dalam Partai Politik' yang digelar Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), di Duren Sawit, Jumat (8/11/2013).
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut menegaskan, Indonesia sebagai negara berdaulat menunjukkan dengan tegas ketidaksetujuan atas tindakan penyadapan yang dilakukan Amerika dan Australia.
"Itu soal yg prinsipil dan menurut saya Presiden dan pemerintah harus protes keras soal itu krn itu menyangkut kedaulatan bangsa dan negara," katanya.
Terkuaknya skandal penyadapan komunikasi oleh badan intelijen Amerika Serikat terus meluas. Bukan hanya negara-negara sekutu di Eropa yang menjadi sasaran, melainkan juga beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia. Australia, salah satu sekutu dekat AS, turut menyadap Indonesia.
Laporan terbaru yang diturunkan laman harian Sydney Morning Herald (www.smh.com.au) pada Kamis (31/10/2013) dini hari waktu setempat, atau Rabu malam WIB, menyebutkan, kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta turut menjadi lokasi penyadapan sinyal elektronik. Surat kabar tersebut mengutip dokumen rahasia Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang dimuat di majalah Jerman, Der Spiegel.
Dokumen itu dilaporkan jelas-jelas menyebut Direktorat Sinyal Pertahanan Australia (DSD) mengoperasikan fasilitas program Stateroom. Itu adalah nama sandi program penyadapan sinyal radio, telekomunikasi, dan lalu lintas internet yang digelar AS dan para mitranya yang tergabung dalam jaringan "Lima Mata", yakni Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru.