Hoegeng Pernah Jadi Sasaran Sniper
Mantan Kapolri Jenderal (Pol) Hoegeng Iman Santoso ternyata memiliki segudang kisah menarik selama bertugas
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Mantan Kapolri Jenderal (Pol) Hoegeng Iman Santoso ternyata memiliki segudang kisah menarik selama bertugas di kepolisian.
Salah satu pengalaman yang pernah dialaminya yakni Hoegeng kerap mendapatkan ancaman pembunuhan. Kisah itu tertulis dalam buku berjudul "Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan" yang ditulis oleh wartawan senior Kompas, Suhartono, penerbit Kompas.
Saat bertugas di kawasan pinggiran hutan di Kota Medan, Hoegeng pernah dijadikan sasaran penembak jitu (sniper). Sayangnya Hoegen tidak menceritakan dalam kasus apa dia dijadikan sasaran tembak. Dan Hoegen juga tidak menceritakan siapa pelaku penembakan tersebut.
Peluru-peluru itu pernah tertuju padanya, beruntung tidak ada yang mengenai sasaran. Rupanya dalam bertugas Hoegen tidak pernah mengenal kompromi, sehingga dirinya dijadikan sasaran tembak.
Meskipun Hoegeng lolos dari maut, namun pelaku penembakan tak juga diungkap dan diproses hukum lantaran kabur melarikan diri.
Selama bertugas di Medan serta menjabat sebagai Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal (Ditserse dan Kriminal) Kantor Kepolisian Provinsi Sumatera Utara, Hoegen kerap keluar masuk daerah di Medan untuk menyergap pelaku perjudian dan penyelundupan.
Tak jarang, dalam penyergapan itu, ada oknum polisi ataupun tentara yang tertangkap menjadi backing. Bahkan ada yang terluka karena melarikan diri dan jatuh saat menghindari penyergapan.
Menurut Hoegeng, jika ada aparat penegak hukum yang bertugas di Medan, dan tidak mau kongkalikong dengan para pengusaha hitam, biasanya penugasannya memang tak mulus.
Bahkan, tugasnya bisa jadi tak akan berlangsung lama. Hoegen sendiri pernah dipanggil ke Jakarta serta diminta menjelaskan kasus-kasus penyelundupan yang kerap ditanganinya.
Serta pada akhirnya, Hoegeng ditarik kembali ke Jakarta tahun 1968. Namun sebelum ditarik ke Jakarta, Hoegen sempat mengikuti pendidikan Brigade Mobil (Brimob) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timut pada Oktober 1959.
Hongen mengaku bangga sepulangnya bertugas di Medan. Sebab semuanya bisa dilakukan sesuai aturan dan prinsip hidupnya yang sederhana, jujur, dan tegas. Meskipun berisiko dengan keselamatan jiwanya.