Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Indonesia tak Perlu Cegah Pencari Suaka ke Australia

Indonesia tak perlu mencegah atau menangkap imigran gelap pencari suaka yang akan menuju Australia

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Indonesia tak Perlu Cegah Pencari Suaka ke Australia
TRIBUN JABAR/TEUKU MUH GUCI S
Sejumlah imigran yang berhasil selamat setelah kapalnya karam di perairan Pantai Jayanti, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Rabu (24/7/2013). Sebanyak 182 imigran gelap dari sejumlah negara di Asia terdampar di perairan Pantai Jayanti, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur, Selasa (23/7/2013). Dalam kejadian tersebut, tiga belas imigran tewas, 5 di antaranya anak-anak. 

Tribunnews.com, Jakarta — Aparat kepolisian serta aparat Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tak perlu mencegah atau menangkap imigran gelap pencari suaka yang akan menuju Australia sebagai implementasi perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan melepas para pencari suaka yang ditahan di rumah tahanan Imigrasi dan memfasilitasi meninggalkan Indonesia.

Demikian diungkapkan Wakil Direktur Eksekutif Human Rights Working Group Choirul Anam dan Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, di Jakarta, Kamis (21/11/2013). ”Dengan penghentian kerja sama penanganan imigran gelap itu, aparat biarkan saja orang-orang (imigran gelap) yang memiliki hak untuk menentukan tujuan akhir,” kata Choirul.

Selama ini, menurut Choirul, aparat kepolisian atau Imigrasi mencegah atau menangkap imigran gelap ke Australia atas dasar kerja sama dengan Australia. Seperti diberitakan, sebelum ada penjelasan resmi atas kasus penyadapan Australia terhadap para pejabat tinggi Indonesia, termasuk Ibu Negara, Presiden Yudhoyono memutuskan menghentikan sementara kerja sama intelijen dan militer, termasuk penanganan imigran gelap ke Australia.

Hendardi menambahkan, pemerintah bahkan perlu melepaskan para imigran gelap itu dari tahanan. Menurut dia, keberadaan mereka di tahanan Imigrasi selama ini menjadi beban Pemerintah Indonesia dan menimbulkan dampak sosiologis.

Waspadai hibah

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti, di Jakarta, Kamis, menyerukan agar Indonesia mengevaluasi dan menghentikan sejumlah hibah luar negeri yang terkait dengan dukungan teknologi informasi, terutama hibah dari Australia, karena semua itu membuat Indonesia rentan penyadapan.

Ray mencontohkan, sejak Pemilu 1999, lembaga donor Australia gencar memberikan donasi untuk keperluan pemilu. Ray mengatakan, dana-dana asing itu melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang awalnya dimaksudkan untuk mendanai sistem teknologi informasi (TI) Komisi Pemilihan Umum (KPU). ”Kita menolak pihak asing yang mengelola TI KPU, kita curiga mengapa mereka ngotot ingin mengurus TI pemilu kita?” katanya.

Berita Rekomendasi

Menurut peneliti politik Burhanuddin Muhtadi, yang sedang menyelesaikan studi doktornya di Australian National University (ANU), masyarakat dan partai-partai politik di Australia saat ini terbelah dalam menyikapi skandal penyadapan ini.

”Sampai sekarang, rakyat Australia masih terbelah soal perlunya meminta maaf kepada Indonesia atau tidak terkait dengan penyadapan intelijen negara itu. Begitu juga dengan partai politik di parlemen,” kata peneliti politik yang baru saja tiba dari Australia, di Jakarta, kemarin.

Pemimpin oposisi Australia, Bill Shorten, mengatakan, Pemerintah Australia seharusnya mempertimbangkan cara Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang segera melakukan kontak pribadi dengan Kanselir Jerman Angela Merkel saat penyadapan terhadap telepon pribadi Merkel terungkap.

Sikap Australia yang tak sesuai harapan Indonesia tersebut diperkeruh dengan pernyataan penasihatnya, Mark Textor, yang kicauannya di Twitter dinilai menghina Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang disebut mirip bintang film porno.

Marty menyatakan hinaan atas dirinya tersebut merupakan bentuk keputusasaan Australia. ”Bobot pernyataan seperti itu tidak perlu ditanggapi. Itu menunjukkan keputusasaan mereka,” ujar Marty, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis.(LOK/IAM/AMR/RYO/FER/EDN/RWN/ICH/LAS/COK/APA)

Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas