Polri Hentikan Sementara Kerja Sama dengan Australia
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk sementara menghentikan kerjasamanya dengan pihak Australia
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk sementara menghentikan kerja sama dengan pihak Australia, menyusul penyadapan yang dilakukan intelejen Austaralia terhadap alat komunikasi seluler Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan istri serta sejumlah pejabat Indonesia lainnya.
"Sementara ditunda semua kegiatannya," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Ronny Franky Sompie, saat ditemui di Gedung TVRI, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11/2013).
Kerja sama Polri dan Polisi Federal Australia terkait dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).
"Banyak (kerja sama) yang kita lakukan, terutama SDM, peningkatan di bidang SDM, itu yang utama," ujarnya.
Penghentian kerja sama tersebut dilakukan sampai batas waktu yang tidak ditentukan, sampai ada keputusan dari Presiden SBY.
"(Untuk batas waktunya) Tergantung perintah presiden, bagaimana perintah presiden ke depan, ini kita menunggu," ucapnya.
Isu penyadapan telepon genggam Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono serta sejumlah pejabat negara lainnya menuai protes warga Indonesia. Aksi protes dilakukan dengan berbagai cara, antara lain, melalui aksi demonstrasi.
Informasi soal penyadapan terhadap Indonesia oleh intelijen Australia ini muncuat setelah media AFP melansir dokumen rahasia yang dibocorkan oleh pembocor Amerika Serikat, Edward Snowden.
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang yang masuk dalam lingkaran dalamnya menjadi target penyadapan Australia.
Lebih lanjut, dokumen itu dengan jelas menyebutkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, atau yang juga disebut Direktorat Sandi Pertahanan telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 lalu.
Saat itu, Australia masih dipimpin oleh Perdana Menteri Kevin Rudd.
Daftar target penyadapan Australia itu menyebut nama-nama pejabat tinggi ternama Indonesia. Mulai dari Wakil Presiden Boediono, kemudian mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Menko Polhukam dan juga Mensesneg.(*)