Jangan Serius Tanggapi Rhoma Irama
Jangan terlalu serius menanggapi ocehan bakal calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rhoma Irama.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jangan terlalu serius menanggapi ocehan bakal calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rhoma Irama. Rhoma si raja dangdut adalah fenoma politik infotainment yang tidak memiliki modal cukup kuat secara elektoral dan pandangannya sangat dangkal mengenai hukum tata negara.
"Secara substansial kita harus melihat bagaimana dangkalnya pandangan Rhoma Irama. Saya mendengar bagaimana dia mengatakan sejak reformasi kita sudah menganut sistem parlementer ala Amerika Serikat bikameral. Ini kan berbeda apa yang disebut dengan sistem kamar dalam parlemen dengan sistem parlementer," ujar peneliti Charta Politika, Yunarto Wijaya, di kantornya, Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Menurut Yunarto, pandangan tersebut menunjukkan Rhoma tidak paham mengenai manajemen pemerintahan sekaligus menunjukkan kualitas dia walau pun Rhoma adalah seorang tokoh yang sangat populer.
Kedua, lanjut Yunarto, tidak ada keseriusan partai politik dalam mengusung Rhoma untuk bertarung dalam Pemilu Presiden 2014 mendatang.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memunculkan nama Rhoma, sengaja menggulirkan Rhoma di awal-awal untuk mendongkrak popularitas partai.
Buktinya, PKB sendiri telah melakukan diversikasi nama-nama bakal presiden yang lebih berkualitas semisal Wakil Presiden 2004-2009 sekaligus politikus Golkar Jusuf Kalla (JK) dan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
"Terus terang saya melihat Rhoma Irama ini sebagai bunga demokrasi untuk menarik perhatian publik sehingga kemudian isu bisa muncul dan partai ini bisa mendapat guliran isu baru," lanjut Yunarto.
Jadi, kata Yunarto, masyarakat tidak terlalu memikirkan apa yang diucapkan Rhoma termasuk mengenai idenya untuk meleburkan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Mahkamah Agung (MA).
"Jadi dengan logika seperti ini saya pikir apa yang dikatakan Rhoma tidak perlu ditanggapi serius karena dia tidak dalam posisi kuat sebagai calon pembuat kebijakan atau calon presiden yang cukup serius yang dianggap pandangannya itu bisa berpengaruh nanti," tukas Yunarto.