Demo Penghulu, Komisi VIII Ingatkan Pemerintah Soal Anggaran Pencatat Nikah
Ace mengatakan seharusnya, anggapan atau tuduhan gratifikasi bagi penghulu atau pencatat nikah KUA diikuti
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VIII DPR angkat bicara mengenai adanya demonstrasi penghulu di Jawa Timur. Anggota Komisi VIII DPR Tb Ace Hasan Syadzily menuturkan demontrasi para penghulu diawali oleh tuduhan bahwa biaya tambahan pencatatan nikah dari masyarakat dianggap sebagai bentuk gratifikasi.
"Tentang tuduhan gratifikasi ini pernah juga disampaikan Pak M Jasin, Irjen Kementerian Agama RI," kata Ace melalui pesan singkat, Jumat (6/12/2013).
Ace mengatakan seharusnya, anggapan atau tuduhan gratifikasi bagi penghulu atau pencatat nikah KUA diikuti dengan kebijakan anggaran yang memadai bagi mereka yang disediakan oleh Kementerian Agama.
"Saya sangat memahami apa yang dilakukan oleh para penghulu itu, karena memang secara operasional biaya resmi pernikahan hanya Rp 30.000 yang jauh dari cukup untuk biaya di luar kantor," imbuhnya.
Wasekjen Golkar itu menuturkan pada rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama, ia meminta Kementerian Agama RI memprioritaskan penyediaan anggaran untuk biaya pencatat nikah di luar kantor.
"Namun hingga saat ini Pemerintah masih menganggap bahwa alokasi untuk ini masih dianggap tidak penting," ujarnya.
Untuk itu, Ace meminta Kementerian Agama harus bertanggungjawab atas demontrasi para penghulu ini. Selain itu, ia juga pernah mengusulkan jika pemerintah tidak dapat menganggarkan biaya untuk para pencatat nikah ini, maka pemerintah harus menetapkan standar resmi pungutan dari masyarakat.
"Saya juga mendapatkan temuan di beberapa tempat masyarakat dipungut berbeda-beda untuk biaya pernikahan," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan ratusan penghulu di Jatim menolak menikahkan calon pengantin di luar balai nikah. Hal itu disebabkan terjeratnya kepala KUA Kecamatan Kota, Kediri, Jawa Timur, atas dugaan kasus korupsi biaya nikah.
Kejaksaan negeri setempat menemukan fakta aliran dana gratifikasi biaya nikah sebesar Rp 10.000 untuk setiap peristiwa pernikahan di luar balai nikah, yang masuk ke kantong pribadi selain biaya nikah resmi senilai Rp 35.000.
Padahal, masyarakat sudah terbiasa melangsungkan pernikahan di rumah pengantin atau di masjid yang dianggap sakral. Pemberian tambahan dana di luar biaya nikah untuk transportasi penghulu juga sudah biasa diberikan sebagai ucapan terima kasih pasangan pengantin kepada penghulu.