Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dokter Hendi: Kami Sempat Mengira Terlalu Banyak Membius Fransiska

Satu dari tiga dokter terpidana malapraktik di Kota Manado, akhirnya buka mulut terkait kasus kematian Fransiska Maketey.

zoom-in Dokter Hendi: Kami Sempat Mengira Terlalu Banyak Membius Fransiska
Tribunnews.com/Willy Widianto
Satu dari tiga dokter kandungan yang divonis melakukan malapraktik, dr Hendy Siagian, akhirnya dibekuk, Kamis (5/12/2013). Hendy tengah diwawancari wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat (6/12/2013) dini hari. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu dari tiga dokter terpidana malapraktik di Kota Manado, akhirnya buka mulut terkait ihwal kematian pasien Fransiska Maketey. Kasus itu, sempat memicu pemogokan umum dokter di Indonesia tersebut.

Adalah dr Hendi Siagian, yang secara tegas mengatakan ia bersama kedua rekannya, dr Dewa Ayu Sasiary Prawani dan dr Hendry Simanjuntak, sama sekali tidak bermaksud menyakiti, apalagi membunuh Fransiska Maketey.

"Saya bersama dr Ayu maupun dr Hendry sama sekali tak ada maksud melakukan malapraktik, menyakiti, apalagi membunuh almarhum Fransiska. Operasi cesar yang kami lakukan itu sesuai prosedur," tutur Hendi kepada Tribunnews.com, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (6/12/2013) dini hari.

Hendi mengaku betul-betul masih mengingat jalannya operasi cesar terhadap Fransiska di Rumah Sakit Umum Daerah Prof dr Kandou Malalayang, Sulawesi Selatan, pada 10 April 2010.

Kala itu, Hendi beserta kedua sejawatnya yang divonis penjara oleh Mahkamah Agung tersebut, berpraktik di RSUD Kandou sebagai tugas demi meraih gelar spesialis itu. Hendi sendiri, saat itu menjadi asisten 2 di ruang operasi tempat dr Ayu bertugas sebagai dokter utama.

Setelah bayi berhasil dikeluarkan dari rahim Fransiska, mereka tidak berhasil kembali membangunkan perempuan 25 tahun itu.

BERITA REKOMENDASI

"Pasien waktu itu dibius lokal. Setelah operasi, dokter anastesi (bius) harusnya kembali membangunkan pasien. Tapi (Fransiska) tidak bangun-bangun," ujarnya.

Mereka bertiga, kata Hendi, sempat menduga Fransiska meninggal karena mendapat serangan jantung saat masih di bawah pengaruh bius.

"Indikasi penyakit itu tidak sempat dideteksi dokter, karena penangan Fransiska bersifat darurat, dan kondisinya cukup sehat sewaktu datang," tuturnya.

Selain itu, kata dia, mereka juga sempat menduga Fransiska meninggal karena terlalu banyak dibius.

Namun, belakangan hasil outopsi menunjukan Fransiska meninggal karena emboli udara atau gelembung udara ini ada pada bilik kanan jantung pasien.


"Sampai sekarang, emboli itu jadi momok. Tidak bisa dideteksi dan diantisipasi. Bisa cek ke literatur- kedokteran. Sampai sekarang, kita juga tidak tahu dari mana gelembung udara itu bisa masuk ke jantung," jelasnya.

Untuk diketahui, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia menyatakan Hendi dan rekan-rekannya sudah menangani pasien sesuai prosedur yang berlaku.

Meski begitu, kematian Fransiska tetap dilaporkan ke Polisi. Pengadilan Negri Menado memutus dokter dari rumah sakit RS Prof dr Kandou Malalayang tidak bersalah.

Namun, MA memunyai keputusan hukum lain, masing-masing dokter itu divonis 10 bulan penjara.

Tak aya, putusan bersalah itu memancing reaksi simpatik para dokter di berbagai daerah. Ribuan dokter sempat mendemo kantor MA dan Istana Presiden RI pada 27 November lalu. Pun di banyak daerah, dokter melakukan mogok kerja dan demonstrasi menuntut pembebasan ketiga dokter tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas