PKS Curiga Luthfi Hasan Divonis Bersamaan dengan Hari Antikorupsi
PKS menilai, ada diskriminasi dalam penanganan kasus dugaan suap impor daging sapi mantan Presiden PKS
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai, ada diskriminasi dalam penanganan kasus dugaan suap impor daging sapi dengan terdakwa mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Ketua DPP PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, partainya mencurigai diskriminasi tersebut terjadi dari penetapan jadwal vonis yang terburu-buru dan tuntutan jaksa.
Menurutnya, penentuan waktu vonis Luthfi Hasan relatif cepat dibandingkan perkara lain. Dia mengatakan, rentang waktu antara tuntutan jaksa, penyampaian nota pembelaan (pledoi) oleh Luthfi Hasan, dengan vonis relatif sangat dekat. Pledoi Luthfi Hasan disampaikan pada Rabu (4/12/2013) pekan lalu.
"Artinya majelis hakim hanya punya waktu 2 hari kerja yakni Kamis dan Jumat untuk menyusun vonis. Apa benar pledoi ini dipertimbangkan secara matang? Atau jangan-jangan sebenarnya majelis hakim sudah memiliki keputusan hanya momentumnya dipaskan tanggal 9 Desember, hari antikorupsi sedunia?" ujar Hidayat, saat dihubungi, Senin (9/12/2013).
Hidayat berharap majelis hakim pertimbangkan fakta hukum seperti uang suap Rp 1,3 miliar yang tidak pernah sampai ke Luthfi. Menurutnya, uang itu hanya sampai pada Ahmad Fathanah dan kemudian Fathanah ditangkap KPK sehingga uang tersebut akhirnya disita KPK.
"Tidak ada satu sen pun Pak LHI terima uang suap itu. Uang suap ini menjadi titik awal masalah yang ada. Kalau benar Fathanah hanya mencatut nama LHI, maka bangunan hukumnya menjadi lemah," kata anggota Komisi VIII DPR ini.
Selain itu, Hidayat juga mencermati tuntutan jaksa terkait pemberian janji Luthfi Hasan tentang kenaikan kuota impor daging sapi dengan "menjual" pengaruh ke Menteri Pertanian Suswono.
Padahal, sebut Hidayat, dalam persidangan sudah terungkap Suswono menolak mentah-mentah proposal yang diajukan para pengusaha impor daging sapi.
"Kalau sejak awal tidak pernah ada kenaikan impor, apakah benar tuntutan untuk janji itu wajar? Apalagi dikaitkan bahwa beliau perdagangan pengaruh. Padahal siapa pun, di Indonesia, tidak ada hukum bagi jual beli pengaruh!" kata dia.
Lebih lanjut, mantan Presiden PKS ini, juga merasa Luthfi Hasan telah diperlakukan tidak adil. Berkaca pada vonis yang diterima mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, tuntutan hukuman yang diberikan jaksa kepada Luthfi jauh lebih berat.
"Padahal, kerugian Nazaruddin lebih banyak ratusan kali lipat dari ini. Kenapa ada diskriminasi seperti ini? Kami minta di hari peringatan hari antikorupsi, vonis yang diberikan betul-betul atas kejujuran," kata Hidayat.