UU Minerba Digugat ke MK Karena Dianggap Inkonstitusional
Apemindo pun mendaftarkan judicial review Pasal 102 dan Pasal 103 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) dan delapan badan hukum privat bidang pertambangan lainnya menilai tidak ada larangan ekspor mineral dan barang tambang.
Apemindo pun mendaftarkan uji materi (judicial review) Pasal 102 dan Pasal 103 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terkait kebijakan larangan bijih (raw material atau core) di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Implementasi kedua pasal itu ditafsirkan pemerintah sebagai larangan ekspor biji ore (bauksit) sejak 12 Januari 2014 yang mengakibatkan perusahaan rugi/bangkrut, sebagian melakukan kebijakan PHK karyawannya dan efisiensi kegiatan usaha," kata pengacara pemohon, Refly Harun, saat sidang di MK Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Refly menilai pemaknaan kedua pasal tersebut yang melarang ekspor biji ore yang dikukuhkan melalui Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menganut prinsip negara hukum.
"Kedua pasal itu jelas hanya mengatur peningkatan nilai tambah dan pemurnian hasil tambang, bukan larangan ekspor bijih yang berakibat perusahaan bangkrut. Harusnya larangan itu harus dinyatakan secara jelas dan tegas dalam Undang Undang Minerba," terang Refly.
Refly menyayangkan aturan karena faktanya kebijakan larangan ekspor biji ore itu pun berubah-ubah, sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Refly pun mencontohkan para pemohon saat mengajukan permohonan izin usaha pertambangan (IUP) untuk kegiatan menjual atau mengekspor biji ore hasil pertambangan.
Dalam perkembangannya kadang terjadi perubahan kebijakan yang pertama Permen ESDM Tahun 2012 tanggal 6 Februari 2012 yang menyebut larangan itu berlaku tiga bulan sejak disahkan. Karena ditentang, Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 yang menyebut ekspor dibolehkan dengan syarat-syarat yang ditentukan diterbitkan.
Kemudian muncul lagi aturan yang memberi izin ekspor bahan tambang, tetapi tidak untuk bahan tambang bauksit, nikel, dan lain-lain. Jika benar Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba dimaknai sebagai larangan ekspor biji ore, lanjut Refly, saat ini aturan itu tidak bisa dilaksanakan karena kondisi saat ini tidak banyak perusahaan tambang yang bisa melakukan pemurnian di dalam negeri, khususnya produk bauksit.
Misalnya proses pemurnian PT Antam tahun ini hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri karena biayanya yang begitu besar.
"Kalau pasal itu tetap ditafsirkan sebagai larangan ekspor biji ore, semua perusahaan pemegang IUP dan IUPK akan gulung tikar," kata Refly.
Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan kedua pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila dimaknai adanya larangan terhadap ekspor biji ore.
Selain Apemindo, pemohon uji materi tersebut adalah PT Harapan Utama Andalan dan PT Pelayaran Eka Ivanajasa, Koperasi TKBM Kendawangan Mandiri, PT Lanang Bersatu, PT Tanjung Air Berani, PT Labai Teknik Metal, PT Pundu Bhakti Khatulistiwa, PT Lobunta Kencana Raya, PT Patriot Cinta Nusantara.