Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Konflik Keraton Solo, Roy Suryo Dituntut Minta Maaf

Buntut dari penyelesaian konflik Kraton Surakarta, Roy Suryo dituntut meminta maaf kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X

Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Sanusi
zoom-in Soal Konflik Keraton Solo, Roy Suryo Dituntut Minta Maaf
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora), Roy Suryo 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buntut dari penyelesaian konflik Kraton Surakarta, Roy Suryo dituntut meminta maaf kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X, sebagai Raja Keraton Yogyakarta dan juga kepada masyarakat Yogyakarta karena dinilai merusak tata krama adat Jawa.

Untuk menyelesaikan kasus tersebut, Roy Suryo diminta untuk belajar sejarah Indonesia secara mendalam. Namun sebelum itu, Menpora tersebut diminta untuk menghafal lagu Indonesia Raya terlebih dulu.

Demikian ditegaskan Ramhad Pribadi, pemerhati budaya lulusan Universitas Harvard dalam jumpa pers di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Rabu (26/2).

Rahmad Pribadi yang putera kelahiran Yogyakarta itu menjelaskan masyarakat Indonesia harus mendukung penyelesaian konflik Keraton Solo, namun caranya harus benar. Kasus yang dilakukan Menpora itu membuktikan bahwa Roy Suryo perlu berendah hati untuk belajar sejarah dalam rangka penyelesaian konflik Keraton Solo. Dengan belajar sejarah, sandungan sejarah, politik dan budaya dalam penyelesaian kasus tersebut pasti bisa dihindarkan.

“Roy Suryo belajar menghafal Indonesia Raya dululah, baru belajar soal sejarah. Lah sejarah saja tidak tahu kok mau jadi fasilitator penyelesaian kasus Keraton Solo dan penyelesaiannya di Yogyakarta. Bagaimana sebagai seorang ningrat yang bergelar KRMT (Kanjeng Raden Mas Tumenggung-red) dari Paku Alam tidak mengerti tata santun trah Kerajaan Mataram,” ujar Rahmad.

Menurut lulusan dari University Texas itu, siapa saja boleh ikut terlibat dalam penyelesaian kasus tersebut. Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa keterlibatan Menpora itu baru dilakukan pada saat ini menjelang pemilu padahal kasus tersebut sudah terjadi beberapa tahun lalu.  Selain itu, kecurigaan politisasi konflik Keraton Solo juga terlihat dari pemilihan tempat tempat yang digunakan untuk mengundang para tokoh sentral Keraton Solo yakni Paku Buwono XIII Hangabehi dan Panembahan Agung Tedjowulan.

Ditegaskannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X lebih pantas membantu penyelesaian konflik Keraton Solo dibanding Roy Suryo. Namun, Gubernur Yogyakarta itu tidak akan pernah mau ikut intervensi kecuali Keraton Surakarta memintanya. Seharusnya, Roy Suryo sebagai utusan Presiden SBY tidak mengundang kedua tokoh sentral Keraton Surakarta itu ke Yogyakarta, yang menjadi kekuasaan Sri Sultan HB X sebagai raja.

Berita Rekomendasi

“Saya tidak akan mempermasalahkan konflik tersebut diselesaikan di lain tempat. Namun ketika memilih Jogyakarta sebagai tempat penyelesaian, Roy Suryo tidak sadar bahwa Yogyakarta memiliki raja yang kedudukannya diakui oleh undang-undang. Ketika Roy Suryo menghadirkan Presiden SBY dan mengesampingkan peranan Sri Sultan HBX sebagai Raja Yogyakarta, pada saat itulah, Roy Suryo telah melukai hati masyarakat di daerah tersebut,” tegas alumnus SMA Negeri 3 Yogyakarta.

Rahmad menyatakan kebingungannya posisi Roy Suryo yang ikut terlibat aktif dalam penyelesaian konflik keluarga Pakubuwono XII itu. Dirinya mengaku tidak menemukan alasan yang tepat  posisi Roy Suryo sebagai Menpora dalam penyelesaian kasus tersebut. 
“Kemarin (Selasa-red) dia juga mengundang dan mengadakan konperensi pers di Kemenpora. Lho hubungannya Menpora dan konflik tersebut apa? Kalau konflik itu mengganggu ketertiban umum, maka Menkopolhukam yang lebih pantas mengatasi. Jika dianggap mengganggu pemerintah daerah setempat, Mendagri yang sebaiknya menjadi fasilitator penyelesaian kasus tersebut. Atau kalau dipandang keraton sebagai cagar budaya, maka Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif yang pantas untuk terlibat dalam penyelesaian. Lha Menpora itu hubungannya apa?” tanyanya.

Rahmad juga semakin prihatin jika alasan Roy Suryo dalam menyelesaikan kasus tersebut, misalnya, karena dia adalah keturunan ningrat. Dengan posisi sebagai KRMT, dijelaskan lebih lanjut, Roy Suryo sama sekali tidak memiliki hak menawarkan diri sebagai fasilitator. “Kasus antar raja harus diselesaikan oleh raja juga. Roy Suryo tidak tahu diri dan lupa siapa dirinya dalam urutan kekerabatan keluarga besar Mataram.

Sebagai tindak lanjut, Roy Suryo harus meminta maaf kepada Sri Sultan HBX dan masyarakat Yogyakarta, yang merupakan Dapil Caleg Menpora itu

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas