Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Iklan Politik di TV Harus Dibatasi

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Eko Maryadi berpendapat, iklan politik di televisi harus dibatasi, bukan dilarang.

Penulis: Bahri Kurniawan
Editor: Sanusi
zoom-in Iklan Politik di TV Harus Dibatasi
net
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Eko Maryadi berpendapat, iklan politik di televisi harus dibatasi, bukan dilarang. Karena, partai politik itu bagian dari instrumen masyarakat sipil dalam membangun demokrasi.

“Baguslah memang ada surat edaran pelarangan iklan politik di TV sebelum masa kampanye. Tapi sebenarnya dibatasi saja, bukan dilarang,” ujarnya.

Eko mengatakan, harus ada tindakan tegas dari KPI sebagai wakil publik yang mengawasi isi siaran. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sudah membuat peraturan jadwal tayangan iklan politik yaitu 21 hari sebelum masa kampaye atau sebelum Pemilu.

"Jadi kalau iklan politik sudah digenjot dari satu tahun yang lalu, enam bulan yang lalu, jauh-jauh hari sebelum masa pemilu, artinya, mereka melanggar aturan KPU tentang penayangan iklan politik,” ujarnya.

“Jadi AJI mendorong supaya KPU bersikap tegas terhadap lembaga-lebaga penyiaran yang memang secara terang-terangan dan secara sadar melakukan pelanggaran aturan kampaye politik dalam media penyiaran,” imbuh Eko.

Ditemui di tempat terpisah, Hendri Satrio, pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina mengatakan bahwa untuk kasus ini, KPI memang tidak tegas, padahal pelanggaran yang terjadi ada di depan mata. Selain itu dia menambahkan selain melanggar, konten dari iklan politik yang ada sekarang buruk sekali.

"Terus terang saya bingung dengan iklan beberapa capres dan cawapres yang tayang, terlepas dari kemungkinan pelanggaran yang ada isinya pun terkesan palsu, rakyat seperti dipaksa harus percaya bahwa mereka pemimpin yang bagus, padahal pemimpin yang bagus adalah pemimpin yang tumbuh dari rakyat dan bukan di karbit iklan," ujar Hendri.

Berita Rekomendasi

Senada dengan Hendri dan Eko, Ketua Partai Demokrat DPLN Malaysia, Lukmanul Hakim mengatakan, sebenarnya media merupakan salah satu alat kampanye yang paling efektif. Menurutnya, larangan iklan di TV sudah melanggar karena siapa pun memiliki kebebasan di media.

"Kalau menurut saya, disiarkan boleh saja, tetapi durasinya diminimalisasi. Contohnya, dalam satu bulan hanya boleh tayang sebanyak tiga kali saja, karena TV merupakan salah satu bagian dari media kampanye,” terang Lukmanul Hakim.

Meski KPI sudah mengeluarkan surat edaran tentang penghentian seluruh tayangan iklan politik di luar masa kampanye, Lukmanul Hakim tetap berpendapat bahwa hal tersebut sebaiknya tetap dibolehkan.

“Tapi seperti yang saya katakan tadi, disiarkan boleh, tetapi volumenya dikurangi. Tapi, sebenarnya Partai Demokrat sampai saat ini belum menyiarkan iklan politik di televisi. Mungkin baru bulan depan,” katanya.

Seperti diketahui, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengeluarkan surat edaran ke seluruh stasiun televisi untuk menghentikan seluruh tayangan iklan politik.

Surat edaran tersebut  ditujukan ke semua stasiun televisi, dan tak hanya untuk yang berafiliasi ke parpol, KPI juga melayangkan surat edaran ke seluruh radio.

"Tidak boleh ada iklan politik dalam bentuk apapun, meskipun bentuknya tidak persuasif. Kecuali nanti kalau sudah mulai masa kampanye, silakan," tegas Agatha Lily, Komisioner KPI.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas