Budi Mulya Pintu Masuk Menjangkau Korupsi Berjamaah
KPK mulai mengusut kasus tersebut dari orang terlemah hingga menyentuh aktor utama.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempuh jalan zig zag dalam mengusut kasus dana talangan (bail out) Bank century Rp 6,7 triliun. KPK mulai mengusut kasus tersebut dari orang terlemah hingga menyentuh aktor utama.
Cara tersebut ditempuh karena intervensi politik terhadap KPK sangat besar.
"(KPK) tidak langsung menembak (aktor utama). Coba paling lemah, orang-orang deputi paling lemah untuk dijadikan tersangka. Budi Mulya adalah pintu masuk untuk menjangaku teman-teman lain biar ini kelihatan korupsi berjamaah," ujar Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Ucok Sky, dalam diskusi bertajuk 'Century Bikin Ngeri' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (8/3/2014).
Ucok menguatkan pernyataannya dengan mengutip pernyataan KPK, bahwa pengusutan kasus Century bergantung di pengadilan.
Oleh karena itu, lanjut Ucok, semua kini bergantung di Jaksa Penunut Umum dan apakah Budi Mulya mau membongkar siapa saja yang terlibat dari penyelamatan bank yang disebut bisa berdampak sistemik itu.
"Ini semua ada di tangan penuntut umum. Budi Mulya apakah mau membongkar semua apa yang dia ketahui, Karena satu bukti penyalahgunaan (wewenang) telah ditemukan KPK. Tinggal satu bukti lagai. Diantara banyak disebut termasuk sekretaris KSSK," lanjut Ucok.
Terkait nama mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tidak disebut dalam dakwaa, menurut Ucok, itu disebabkan karena KPK memanjakan Sri.
"Penglaman saya KPK melakukan zig-zag karena itu Sri Mulyani dimanjakan. Sri Mulyani salah satu yang juga bertanggung jawab. Banyak bukti dan data di tanganya. Maka ini dulu dikesampingkan. Manja maksudnya, jadi tameng KPK ketika ada serangan balik bukti ini masih hidup, bisa bekerja sama dengan KPK," kata Ucok seraya menyebutkan KPK pernah menerapkan cara serupa terhadap Neneng Sri Wahyuni, istri bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin.