Sri Mulyani Akui Sempat Akan Cabut Keputusan KSSK
Sri Mulyani Indrawati sempat mengancam akan mencabut keputusan KSSK terkait pemberian Penyertaan Modal Sementara ke Bank Century.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menkeu sekaligus mantan Kepala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati sempat mengancam akan mencabut keputusan KSSK terkait pemberian Penyertaan Modal Sementara ke Bank Century.
Pasalnya, kata Sri Mulyani, Bank Indonesia (BI) tidak memberikan data yang valid mengenai kondisi kesehatan Bank Century.
"Dalam posisi kesal, saya mungkin sampaikan seluruh keputusan harus di review (ditinjau) kembali," kata Sri Mulyani ketika bersaksi untuk terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (2/5/2014).
Kekesalan tersebut, dikatakan Sri Mulyani ketika mengadakan rapat tanggal 24 Nopember 2008.
Dalam sidang sebelumnya, saksi Noor Cahyo selaku mantan Direktur Klaim Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengaku bahwa Sri Mulyani selaku Menkeu sempat galau ketika mengetahui bahwa jumlah PMS yang dibutuhkan Bank Century untuk memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal positif 8 persen, adalah sebesar Rp 2,776 triliun.
Padahal, dari pengajuan pertama oleh Bank Indonesia, dikatakan untuk memenuhi CAR positif 8 persen, dibutuhkan dana sebesar Rp 632 miliar.
"Sri Mulyani agak galau mendengarkan modal untuk menaikan CAR menjadi 8 persen butuh Rp 2,7 miliar dan bukan Rp 632 miliar," kata Noor Cahyo ketika bersaksi dalam sidang dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4) malam.
Karena itu, Sri Mulyani memerintahkan perlu dibuatnya garis akuntalibilitas yang jelas dengan membedakan mana yang merupakan tanggung jawab Bank Indonesia (BI) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Saksi Endang Kurnia Saputra selaku mantan Deputi Fokus grup koordinator, publikasi dan sekretariat di Bank Indonesia, mengamini bahwa Sri Mulyani diduga sempat menyesal telah menyetujui penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Sehingga, harus diserahkan kepada LPS dan diberikan bailout (dana talangan) atau PMS.
"Apakah saat itu (rapat) Sri Mulyani marah ke BI, yang pada pokoknya tahu informasi SSB (Surat-surat Berharga) valas (Bank Century) yang dimacetkan maka akan ambil keputusan lain dan bukan menyelamatkan Bank Century?" tanya jaksa Titik Utami kepada Endang dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/4).
Endang menjelaskan Sri Mulyani marah dalam rapat tanggal 24 Nopember 2008.
Ketika itu, ungkap Endang, Sri Mulyani meminta diperiksa kembali perihal adanya kenaikan PMS untuk Bank Century. Serta, meminta memeriksa Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal bank yang kini bernama Bank Century. Sehingga, bisa ditentukan besaran penambahan PMS.
Tetapi, kemarahan atau penyesalan tersebut berbanding terbalik dengan keputusan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang diambil secara tiba-tiba dalam rapat KSSK dengan Komite Koordinasi (KK) pada tanggal 21 Nopember 2008, sekitar pukul 04.30 WIB, yang dihadiri oleh Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, Boediono selaku anggota KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK dan Arief Surjowidjojo selaku konsultan hukum.
Padahal, dalam beberapa rapat sebelumnya belum diputuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga harus diberikan PMS oleh LPS.
Hingga akhirnya, pemberian PMS terealisasi mulai 24 Nopember 2008 sampai 24 Juli 2009 dan jumlahnya mencapai Rp 6.762.361.000.000. Padahal, upaya penyelamatan tersebut terbukti tidak mampu membantu Bank Century, terlihat dari CAR per 31 Desember 2008 yang menurut hasil audit kantor akuntan publik Amir Abadi Jusuf & Mawan, masih dalam posisi negatif 22,29 persen.