Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua Harian Demokrat: SBY belum Perlu Keluarkan Perppu Soal Pilkada

Ketua Harian DPP Partai Demokrat, Syarief Hasan menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum Perlu mengeluarkan Perppu

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sugiyarto
zoom-in Ketua Harian Demokrat: SBY belum Perlu Keluarkan Perppu Soal Pilkada
tribunnews.com/ferdinand waskita
Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Harian DPP Partai Demokrat, Syarief Hasan menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum Perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai bentuk menolak UU Pilkada lewat DPRD.

"Kalau perppu menurut saya belum Perlu," ungkap Syarief saat ditemui di bandar Udara Halim perdanakusuma, jakarta, Selasa (30/9/2014) dini Hari.

Belum perlunya Perppu terkait Pilkada dikeluarkan Presiden SBY, menurut Mantan Menteri Koperasi dan UKM ini, karena sisi mendesak.

"Ya kan belum urgent. Emg gawat? Belum gawat kan," tegas Syarief sesaat Setelah menyambut kedatangan SBY dan rombongan Tiba di Tanah air.

Sebagaimana diketahui, Presiden SBY menolak pengesahan RUU Pilkada. SBY bahkan tak akan menandatangani UU Pilkada sebagai bentuk tindakan tegas perlawanan.

Namun bagaimanapun 30 hari setelah disahkan DPR, RUU Pilkada akan tetap berlaku tanpa tanda tangan presiden.

Langkah selanjutnya bagaimana bila Presiden SBY mengeluarkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU) ?

Berita Rekomendasi

"Perpu diatur pasal 22 UUD, di mana Presiden mempunyai kewenangan. Tapi presiden harus tunduk pada syarat konstitusi, di dalam pasal itu disebutkan kegentingan yang memaksa, lalu apa yang dimaksud hak ikhwal kegentingan memaksa? Tidak ada yang mengatur hal ikhwal kegentingan memaksa," jelas pakar hukum tata negara Unpad, Susi Dwi Haryani, Senin (29/9/2014).

Menurut dia, kegentingan yang memaksa ini bila di aturan di Prancis disebutkan yakni ancaman yang nyata-nyata ada di depan mata.

Ancaman yang sudah pasti ada dan tidak direka-reka. Mungkin di Indonesia, bisa ditafsirkan bila demo massif atau penolakan dari berbagai elemen masyarakat semakin nyata atas RUU Pilkada.

"Mirip UU Jalan Lalu Lintas Jalan Raya pada 1992 lalu. Penolakan secara massif dari masyarakat membuat Presiden Soeharto saat itu mengeluarkan Perpu yang menunda diberlakukannya UU tersebut," urai dia.

Tapi menjadi catatan, masih dalam UUD 1945, Perpu itu mesti diajukan segera ke DPR pada masa sidang berikutnya.

Kemudian DPR menilai apakah Perpu itu layak atau tidak, dengan menimbang berbagai kondisi kegentingan yang memaksa.

Bila melihat peta politik sekarang dengan Koalisi Merah Putih, tentu akan menjadi perdebatan kembali. Dan bila nanti Perpu ditolak DPR, maka Perpu batal dan UU tetap diberlakukan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas