Kapolri: Kasus Hukum Arsyad Tetap Berjalan
Jenderal Pol Sutarman menegaskan kasus hukum Muhammad Arsyad (MA) masih tetap berlanjut.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Sutarman menegaskan kasus hukum Muhammad Arsyad (MA) masih tetap berlanjut.
Bukan berarti penangguhan penahanan Arsyad serta merta menutup pintu penegakan hukum terhadap tersangka penghina Presiden Jokowi tersebut.
"Yang ditangguhkan itu penahanannya. Kalau proses hukumnya tetap berjalan. Ini untuk pembelajaran juga bagi pengguna media sosial," tegas Kapolri di kompleks kantor presiden, jakarta, Senin (3/11/2014).
Karena itu, Kapolri meminta para pengguna media sosial bisa menangkap pembelajaran berarti dari kasus Arsyad.
Kata Kapolri, sosial media hendaknya dipakai sesuai dengan fungsinya, yakni sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien dalam berbagai kegiatan. Tapi jangan digunakan untuk hal-hal yang menyimpang dan negatif.
"Termasuk diantaranya untuk dipakai mengirim gambar-gambar pornografi, mengirim film-film pornografi yang itu bisa diakses oleh anak-anak dan akan berpengaruh terhadap psikologis anak," kata Jenderal bintang empat ini.
Jika media sosial dipakai sebagai media mengirimkan foto maupun film-film pornografi, tegas Sutarman, maka Polri akan mengambil tindakan penegakan hukum kepada pelakunya.
Selain itu, Sutarman juga mengimbau agar masyarakat berkomunikasi si media sosial atau internet dengan memakai identitas dan alamat yang asli. Bukan palsu atau samaran.
"Sehingga kita berkomunikasi itu betul-betul gentlement. Bukan namanya abal-abal kemudian bahasanya tidak mendidik, maki-maki dan sebagainya," tegas Kapolri.
Kemudian Kapolri juga meminta masyarakat tidak melakukan tindakan pelecehan terhadap presiden maupun lambang-lambang negara.
Kapolri berharap masyarakat bisa belajar dari kasus Muhammad Arsyad (MA) tersangka penghina Presiden Jokowi.
Siapapun presidennya, imbuh Kapolri merupakan lambang negara ini yang harus dihormati. Bukan dilecehkan dalam bentuk apapun.
Karena, tegas Sutarman, siapa lagi yang menghormati Presiden yang menjadi lambang negara ini, kalau bukan masyarakat Indonesia sendiri.
"Siapa lagi yang harus menghormati presiden kita, lambang-lambang negara kita, kalau bukan Kita sendiri. Itu sudah merupakan kewajiban bagi bangsa Indonesia untuk menghormati simbol-simbol negara yang kita miliki," tegas Kapolri.
"Simbol-simbol negara itu, Baik bendera merah putih. Kita harus bangga menjadi bangsa Indonesia," ujarnya.