Jadilah Pahlawan dengan Aktif Cegah dan Berantas Kemiskinan
Program KIP dan KIS pernah dilakukan dalam bentuk berbeda, namun ternyata kemiskinan tidak berkurang secara signifikan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COm, JAKARTA -- Diluncurkannya Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 3 November 2014 lalu, menandakan sebuah awal kesungguhan pemerintahan dalam melakukan pemberantasan kemiskinan.
Sukma Widyanti, Sekjen GEN Taskin dan Sosiolog Universitas Indonesia mengungkapkan catatan harus diperhatikan pemerintah antara lain, pertama, kemiskinan adalah masalah struktural hasil dari kesalahan kebijakan di masa lalu yang tidak mampu memberikan kue pembangunan yang merata kepada seluruh rakyat.
Kedua, kemiskinan tidak hanya dapat diatasi dalam bentuk bantuan sosial berupa uang, namun harus dilanjutkan dengan program perluasan lapangan pekerjaan, pemberdayaan ekonomi kecil, pembangunan desa, serta peningkatkan kualitas sumberdaya manusia (pendidikan, kesehatan).
Ketiga, dibutuhkan adanya revolusi mental di kalangan birokrat agar tidak menempatkan orang miskin sebatas sasaran proyek, melainkan menjadikan subyek gerakan pembangunan manusia yang bermartabat.
"Di sisi lain, orang miskin juga dapat termotivasi untuk keluar dari kondisi kemiskinannya,” ujar Sukma dalam keterangannya.
Program KIP dan KIS sesungguhnya pernah dilakukan dalam bentuk berbeda, namun ternyata kemiskinan tidak berkurang secara signifikan. Berbagai kasus tidak tepat sasaran dan mekanisme pencairan yang memberatkan warga, kerap dialami penerima program.
“Pada pemerintahan yang lalu, banyak program yang tidak tepat sasaran dan tidak transparan. Sangat disayangkan keuangan negara yang seharusnya untuk membantu masyarakat miskin yang jumlahnya mencapai 40 persen menguap entah kemana. Jangan sampai rakyat justru menjadi semakin miskin, sehingga berakibat pemerintah tidak lagi mendapatkan kepercayaan masyarakat”, ujar Febby Lintang, anggota GEN Taskin.
“Sistem pendataan dirasakan masih carut marut sehingga hanya dapat menjangkau warga yang tercatat oleh negara. Padahal diluar itu masih banyak warga miskin seperti anak jalanan, penyandang cacat, suku pedalaman, mereka inilah yang seolah invisible di mata negara. Anak dan perempuan adalah kelompok yang paling rentan terhadap kemiskinan, sehingga harus ada langkah afirmasi agar kelompok ini dapat semakin berdaya,” lanjutnya
Selain peran negara juga dibutuhkan peran serta masyarakat dalam upaya memerangi kemiskinan. Partisipasi publik ini menjadi sangatlah penting untuk membantu pemerintah dalam proses pelaksanaan program-program pemerintah dan yang terpenting dalam proses monitoring dan evaluasi agar program yang dicanangkan tepat sasaran. demikian masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh Pemerintah dalam memberantas kemiskinan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.