Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Telan Banyak Biaya, PAN Anggap Wajar 'Kartu Sakti' Jokowi Dipertanyakan

Ketua DPP PAN Saleh Daulay menilai wajar 'Kartu Sakti' Joko Widodo dipertanyakan.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Telan Banyak Biaya, PAN Anggap Wajar 'Kartu Sakti' Jokowi Dipertanyakan
Warta Kota/henry lopulalan
Masyarakat sedang mengurus Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), setelah beberapa saat setelah di luncurkan oleh Presiden Jokowi di Kantor Pos Besar, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014). KIS dan KIP yang diperuntukan warga kurang mampu dapat jaminan kesehatan dan Pendidikan dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PAN Saleh Daulay menilai wajar 'Kartu Sakti' Joko Widodo dipertanyakan. Pasalnya, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum memberikan penjelasan tentang landasan hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program pembagian KIS, KIP, dan KKS (kartu keluarga sejahtera).

Apalagi, ketiga jenis kartu tersebut menelan biaya yang cukup banyak. "Pemerintahan ini kan hanya mewarisi APBN yang lalu. Artinya, program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN. Pertanyaannya, dari mana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu?" tanya Saleh ketika dikonfirmasi, Minggu (9/11/2014). (baca juga: Puan Maharani Pimpin Rapat Koordinasi Kartu Indonesia Pintar)

Sejauh ini, kata Saleh, pemerintah mengatakan bahwa sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari BPJS. Sementara, KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan. Lalu ada juga anggaran yang diambil dari CSR BUMN.

"Apakah Kementerian Pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut?" tuturnya.

Begitu juga dana yang ada di BPJS dan BUMN. Saleh mengatakan sebagai Badan Usaha Milik Negara, kedua badan ini pun tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik. Para direksi dan komisioner yang ada di sana, bertanggung jawab untuk mengelola aset yang ada sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Boleh saja disebut bahwa pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk membiayai ketiga program tersebut. Masalahnya, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR.

Berita Rekomendasi

"Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan terkait hal ini di DPR," ungkapnya.

Terkait hal ini, lanjut Saleh, pemerintah diminta untuk mentaati Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di dalam Undang-undang tersebut secara eksplisit  ditegaskan tentang larangan mengeluarkan anggaran yang tidak sesuai peruntukan. Untuk menghindari pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut, pemerintah diminta untuk segera mengkonsultasikan hal ini dengan DPR.

"Bagaimana pun baiknya program yang dikerjakan, tetap harus tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika program itu betul-betul bisa mensejahterakan rakyat, DPR diyakini pasti akan menyetujuinya," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas