Telan Banyak Biaya, PAN Anggap Wajar 'Kartu Sakti' Jokowi Dipertanyakan
Ketua DPP PAN Saleh Daulay menilai wajar 'Kartu Sakti' Joko Widodo dipertanyakan.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PAN Saleh Daulay menilai wajar 'Kartu Sakti' Joko Widodo dipertanyakan. Pasalnya, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum memberikan penjelasan tentang landasan hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program pembagian KIS, KIP, dan KKS (kartu keluarga sejahtera).
Apalagi, ketiga jenis kartu tersebut menelan biaya yang cukup banyak. "Pemerintahan ini kan hanya mewarisi APBN yang lalu. Artinya, program-program tersebut belum dicantumkan secara eksplisit di dalam APBN. Pertanyaannya, dari mana sumber anggaran untuk membiayai program-program itu?" tanya Saleh ketika dikonfirmasi, Minggu (9/11/2014). (baca juga: Puan Maharani Pimpin Rapat Koordinasi Kartu Indonesia Pintar)
Sejauh ini, kata Saleh, pemerintah mengatakan bahwa sumber pembiayaan untuk KIS diambil dari BPJS. Sementara, KIP diambil dari alokasi dana yang ada di kementerian pendidikan. Lalu ada juga anggaran yang diambil dari CSR BUMN.
"Apakah Kementerian Pendidikan memiliki program itu ketika mereka menyusun APBN? Kalau tidak, lalu bagaimana cara pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program tersebut?" tuturnya.
Begitu juga dana yang ada di BPJS dan BUMN. Saleh mengatakan sebagai Badan Usaha Milik Negara, kedua badan ini pun tidak semestinya mengeluarkan anggaran tanpa perencanaan yang baik. Para direksi dan komisioner yang ada di sana, bertanggung jawab untuk mengelola aset yang ada sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Boleh saja disebut bahwa pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk membiayai ketiga program tersebut. Masalahnya, realokasi anggaran yang dilakukan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR.
"Kapan pemerintah mendiskusikan masalah ini dengan DPR? Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pembicaraan terkait hal ini di DPR," ungkapnya.
Terkait hal ini, lanjut Saleh, pemerintah diminta untuk mentaati Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di dalam Undang-undang tersebut secara eksplisit ditegaskan tentang larangan mengeluarkan anggaran yang tidak sesuai peruntukan. Untuk menghindari pelanggaran terhadap Undang-undang tersebut, pemerintah diminta untuk segera mengkonsultasikan hal ini dengan DPR.
"Bagaimana pun baiknya program yang dikerjakan, tetap harus tunduk pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Jika program itu betul-betul bisa mensejahterakan rakyat, DPR diyakini pasti akan menyetujuinya," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.