Rieke Dukung Penguatan BKKBN
Pasalnya, kali pertama dalam sejarah Indonesia, petugas atau penyuluh KB masuk masuk di dalam Undang-Undang
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dipandang memberikan harapan baru bangkitnya program kependudukan dan keluarga berencana di Indonesia.
Pasalnya, kali pertama dalam sejarah Indonesia, petugas atau penyuluh KB masuk masuk di dalam Undang-Undang. Sebelumnya hanya masuk di Peraturan Presiden, itupun tunjangan jabatan.
Dalam peraturan tersebut, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mempunyai kewenangan untuk mengelola alat dan obat kontrasepsi, sistem informasi keluarga, pengelolaan petugas lapangan KB (PLKB). UU tersebut juga dinilai memiliki konsekuensi semua jabatan fungsional akan ditarik ke pusat, termasuk petugas penyuluh lapangan KB.
Namun demikian peraturan tersebut tidak dapat berjalan dengan maksimal jika posisi BKKBN tidak berdiri sendiri. Sebab hingga saat ini, BKKBN masih di bawah naungan Kementerian Kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka mengatakan penguatan BKKBN harus dilakukan. Karena sebagai badan yang mengurusi kependudukan secara nasional, peran BKKBN sangat penting, apalagi BKKBN memiliki sistem pendataan sistem by name by address.
Dengan sistem tersebut, kata dia, BKKBN memiliki basis data yang lebih akurat, alhasil pemerintah memiliki rujukan yang lebih baik dalam mendata keluarga yang mampu atau tidak mampu, selain tentang jumlah penduduk yang sebenarnya.
"Selama ini persepsi publik terhadap BKKBN hanya masalah kontrasepsi saja. Namun sesungguhnya peran BKKBN tidak hanya itu saja. BKKBN memiliki sistem pendataan by name by address, dengan sistem tersebut harusnya pemerintah dengan BKKBN segera mendefinisikan keluarga dari miskin dan keluarga sejahtera." Kata Rieke di Jakarta, Jumat (28/11/2014).
Selain mendukung penguatan BKKBN, Rieke berjanji akan memperjuangkan nasib Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) untuk menjadi PNS. Sebabya dari 23 ribu anggota PLKB, hanya 16 ribu yang sudah berstatus PNS.
"Masih banyak petugas PLKB yang digaji dibawah UMK, sementara kerja mereka harus harus masuk kedesa-desa, bahkan harus ada yang nyeberang pulau. BPJS pun tidak punya. Bagaimana bisa mendata keluarga sejahtera atau tidak, jika petugasnya saja tidak sejahtera," kata Rieke.
Karena itu, Rieke akan memperjuangkan kesejahteraan para PLKB. Meski begitu, dirinya juga meminta kepada BKKBN untuk dapat meningkatkan etos kerjanya. Apalagi tahun depan, BKKBN akan memulai melakukan pendataan keluarga sejahtera.
Terkait pendataan keluarga sejahtera tersebut, Rieke mengusulkan agar BKKBN menggunakan indikator Upah Minimum Kabupaten (UMK) dalam menentukan pendataan keluarga sejahtera atau tidak.
Rieke beralasan, delapan indikator tahapan keluarga sejahtera yang digunakan BKKBN, validitasnya rendah serta tidak mengukur tingkat penghasilan keluarga setiap bulannya.
"Jika menggunakan UMK, selain mempermudah pendataan, didalamnya sudah dihitung beberapa komponen hidup layaknya," ujarnya.