Soal TPI, Putusan MA Dinilai Final dan Mengikat
Lembaga Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tertinggi dalam sistem peradilan di Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tertinggi dalam sistem peradilan di Indonesia.
Putusan Peninjauan Kembali (PK) adalah keputusan tertinggi yang bersifat final dan mengikat serta tidak bisa dibatalkan dengan upaya hukum apapun.
Hal itu disampaikan pakar hukum tata negara dari Universitas Udayana, Profesor Yohanes Usfunan, dalam sebuah diskusi bertajuk eksaminasi publik kasus kepemilikan saham TPI, di Jakarta, Selasa (16/12/2014).
Menurut Yohanes, putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) meskipun bersifat final dan mengikat, tetapi belum memiliki kekuatan hukum tetap, karena masih dimungkinkan untuk dibanding menurut UU No 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
Ia menambahkan ada klaim seolah-olah BANI adalah lembaga banding terhadap putusan PK MA. Putusan BANI dianggap dapat membatalkan putusan MK.
“Klaim ini sama sekali tidak benar, karena MA adalah lembaga tertinggi dalam peradilan kita dan PK MA adalah keputusan tertinggi yang bersifat final dan mengikat,” tegasnya.
Seperti diketahui, putusan MA dalam sengketa antara Harry Tanoesudibyo dari PT Berkah Karya Bersama melawan Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) yang salah satu isi putusannnya menetapkan Harry Tanoesoedibyo terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
Sebaliknya putusan BANI, menyatakan RUPS PT Berkah 18 Maret 2005 sah. Mereka juga berhak atas 75 persen saham TPI.
“Putusan majelis hakim MA dan PK MA sudah memiliki kekuatan hukum ‘inkracht' (final dan mengikat) yang tidak bisa dibatalkan dengan upaya hukum apapun. Menjadi argumentasi yang sesat bila ada pandangan bahwa putusan BANI dapat mengabaikan putusan MA dalam kasus sengketa ini,” jelasnya.
Sementara itu Direktur Indonesia Development Monitoring (IDM) Maulana Bungaran menilai yang harus dilakukan kubu Harry Tanoesudibyo jika merasa dirugikan oleh putusan PK MA adalah menggugat PT Berkah yang menjual saham kepada mereka.
Lagi pula pada saat membeli saham dari PT Berkah seharusnya pihak MNC dalam hal ini Harry Tanoesoedibyo melakukan legal audit dan meneliti sejarah kepemilikan saham tersebut.
“Dalam setiap transaksi bisnis harus dipastikan obyek yang dibeli tidak bermasalah secara hukum,” ujarnya.