FORMAPPI: Indonesia Masuki 2015 dengan Pesimistis
ingga melewati akhir tahun, tidak ada satupun konflik yang mampu terselesaikan.
Penulis: Rahmat Patutie
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga melewati akhir tahun, tidak ada satupun konflik yang mampu terselesaikan.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Sebastian Salang menilai munculnya realitas politik pada 2014 silam dianggap memiliki pretensi yang mengkhawatirkan bagi perjalanan politik ke depan.
"Begitu banyak persoalan dan kita memasuki tahun 2015 dengan pesimisme," kata Salamudin dalam diskusi akhir tahun yang bertajuk 'Presiden Baru, Politik Pecah Belah, dan Keharusan Regenerasi Elit Politik' di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (22/12/2014).
Pendapat lain paparkan Direktur LIMA Indonesia Ray Rangkuti. Ia justru menggarisbawahi tujuh peristiwa yang dianggap monumental yang difahami di luar denomenal kalkulasi biasanya.
Pertama, kata dia, pemilu legislatif dianggap sarat persoalan terkait alokasi dapil. Kedua, pemilihan presiden yang keras dan ketat.
"Ketiga, dramatisme pilkada tidak langsung di mana PKS tiba-tiba setuju pada ide pilkada langsung dengan alasan demi keuuhan KMP. Keempat, munculnya politik blok di DPR antara KIH dan KMP," ujar Ray.
Selanjutnya, kelima, peristiwa politik dimana sejumlah kepala daerah naik kelas. Contoh, pak Joko Widodo dari wali kota jadi presiden. Keenam, peristiwa pelantikan Ahok jadi Gubernur yang dapat diterima dari masyarakat.
Terakhir, ketujuh, ia menilai fenomena masyarakat sipil yang semakin cerdas. Bahwa indikasinya, adalah rapat masal yang dilakukan pada kampanye terakhir jokowi yang menghadirkan sebanyak 209.000 orang. "Itu prestasi baru dalam politik kita. Ada calon pemimpin di republik ini yang mendapat duit dari kantong rakyat," sebut Ray.
Sementara dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Jerry Sumampouw menyoroti pada adanya 'jurang' yang cukup menonjol antara rakyat dengan pelaku politik di Indonesia.
Menurutnya, dari sejumlah entitas yang terlibat dalam proses politik, hanya rakyat yang tidak memiliki bargaining secara politik.
"Bahkan kepentingan rakyat tidak teakomodir dan rakyat tejatuh pada perilaku pragmatisme politik," kata Jerry.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.