Uskup Agung Jakarta Minta Jokowi Kaji Ulang Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkoba
"Bahwa tidak ada seorang pun berhak atas hidup orang lain. Sementara dalam negara-negara asing ada pro dan kontra," kata Ignatius.
Penulis: Randa Rinaldi
Editor: Y Gustaman
Laporan wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah menolak grasi untuk terpidana narkoba yang akan dihukum mati. Penerapan tersebut mendapat penilaian pro dan kontra dari berbagai pihak.
Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo menilai hukuman mati tak akan mengurangi pengedaran narkoba. Menurutnya, angka kejahatan tak bisa diukur dari kebijakan membuat para pengedar jera.
"Menurut ajaran gereja hukuman mati ditiadakan. Bahwa tidak ada seorang pun berhak atas hidup orang lain. Sementara dalam negara-negara asing ada pro dan kontra," kata Ignatius di Gereja Katedral Jakarta, Kamis (25/12/2014).
Ignatius menjelaskan, hukuman mati bagi pengedar narkoba yang dikritik dari Jokowi terkait semua keberadaan pengedar. Ia berpendapat, semua pengedar tidak bisa dicap bersalah meskipun pengadilan telah memutuskan.
Kejahatan yang dilakukan oleh penggedar belum tentu akan menyelesaikan masalah dengan adanya putusan mati. "Yang dikritik dalam diri Pak Presiden seolah-olah semua bandar yang dijatuhi hukuman mati harus dieksekusi,"kata Ignatius.
Ia menyarankan, Jokowi untuk mengkaji ulang penerapan tersebut. Adapun pertimbangannya terkait latar belakang individu menjadi bandar narkoba. Ignatius menilai sistem interogasi di pengadilan Indonesia belum maju karena masih banyak terjadi penyiksaan.
"Itu tidak adil dan rasa-rasanya semua yang sudah dijatuhi hukuman mati itu harus ditinjau kembali. Itu tidak menjamin keadilan dan kebenaran. Harus dikaji satu-satu dan kalau buat jera tidak harus seperti itu," jelas Ignatius.