Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komisioner "KPK" Hongkong Bicara Kisruh KPK-Polri

"Indonesia semestinya bangga dengan KPK," kata Tony Kwok.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Komisioner
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Tony Kwok 

Untuk mendukung independensi KPK, Presiden bisa mengusahakan agar KPK diatur dalam konstitusi, tidak hanya UU. Dengan demikian, KPK menjadi lembaga yang permanen hingga tidak ada presiden atau parlemen yang mencoba membubarkannya.

KPK juga dapat diberi kekuatan tambahan, seperti mengusut korupsi tak hanya di sektor pemerintahan, tapi juga di sektor bisnis. Tidak hanya dibatasi boleh mengusut korupsi dengan nilai kerugian di atas Rp 1 miliar.

Hal yang juga bisa dilakukan adalah mengecek sistem akuntabilitas di kepolisian. Di Hongkong ada Independent Police Complaint Committee. Masyarakat bisa komplain ke mereka jika ada investigasi polisi yang tak sesuai dengan aturan dan kewenangan.

Apa yang bisa dipelajari dari kisah sukses ICAC membersihkan polisi korup di Hongkong?

Pertama, tentu harus mempertahankan keberadaan KPK. Kedua, pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka ingin memperbaiki situasi ini. Pelajaran dari Hongkong adalah pemerintah berusaha menyusun, mengkaji, me-review relasi polisi dan KPK dalam rangka memperkuat independensi KPK.

Di masa lalu, polisi Hongkong sangat korup. Polisi selalu menjadikan ICAC sebagai musuh. Sekarang apa yang terjadi? Setelah konflik 1977, polisi Hongkong salah satu yang paling bersih di dunia. Mereka mengklaim sebagai yang terbaik di Asia. Hubungan ICAC dengan polisi juga sangat baik.

Ini pelajaran dari Hongkong, krisis ini bisa menghasilkan kesempatan untuk mengubah kondisi menjadi lebih baik.

Berita Rekomendasi

Hongkong bisa melakukan itu karena ICAC didukung penuh pemerintahnya dan juga Kerajaan Inggris ketika itu. Bagaimana dengan Indonesia?

Saya punya keyakinan dan suka dengan Presiden Joko Widodo. Agenda pemerintahan dia adalah pemberantasan korupsi. Dia harus menjaga janjinya. Kalau dia tak bisa menunaikan janjinya, dia tahu konsekuensinya. Media harus selalu mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa dia menjanjikan agenda pemberantasan korupsi. Kalau tidak mendukung KPK, dia akan kehilangan dukungan publik. Saya yakin dia pasti paham.

Mungkin pengalaman Hongkong dan Indonesia berbeda. Di Indonesia, jumlah polisi sangat banyak.

Meski Hongkong hanya punya 20.000 polisi, itu tetap jumlah yang besar. Jika lembaga anti korupsi menyelidiki polisi yang korup, itu karena menegakkan hukum dan bukan karena menyerang polisi. Belajar dari pengalaman Hongkong, kalian harus tetap menekan dan menciptakan efek gentar bagi polisi yang mau melakukan korupsi. Selama kalian bisa menjangkau petinggi kepolisian korup, kalau ada polisi korup, mereka bisa ditangkap KPK.

Jika polisi masih beranggapan bahwa kami polisi, kalian tak bisa menyentuh kami, maka kalian akan tetap menjadi negara yang korup. Kecuali kalau kalian bisa mengubah mentalitas seperti ini, kalau saya sebagai polisi korup, saya bisa ditangkap KPK dan dipenjara. Saya kehilangan pekerjaan dan keluarga juga menanggung malu.

Bagaimana cara membuat ini bisa berjalan? Ya, pastikan KPK punya kemampuan lebih. Tambahkan jumlah pegawai KPK.

Di Hongkong ada 7 juta penduduk dan jumlah pegawai ICAC ada 1.300 orang. Sementara di sini ada seperempat miliar penduduk, tetapi KPK hanya punya beberapa ratus pegawai.

Halaman
123
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas