KPK Lahir di Era Presiden Megawati dan Terancam Berakhir di Era Presiden dari PDIP
Status tersangka terhadap Abraham Samad membuat KPK terancam berakhir di era Jokowi. Padahal KPK lahir di era Presiden Megawati.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi terancam berakhir pada era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dijadikan tersangka kasus mengarahkan kesaksian palsu, kini Ketua KPK Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana administrasi kependudukan.
Sebanyak 21 penyidik KPK kemungkinan juga terancam menjadi tersangka karena kepolisian menduga izin kepemilikan senjata api yang mereka miliki sudah kedaluwarsa. Salah satu penyidik yang terancam ditetapkan sebagai tersangka adalah Novel Baswedan.
Dengan kondisi ini, KPK tinggal memiliki dua pemimpin, yaitu Zulkarnaen dan Adnan Pandu Praja. Namun, beberapa waktu lalu mereka juga telah dilaporkan kepada Badan Reserse Kriminal Polri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Rikwanto mengungkapkan, penyelidikan kasus yang menimpa Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen telah dipercepat. Ditargetkan, pada bulan ini, penyelidikan selesai dan akan segera dilakukan penetapan tersangka.
Berbagai peristiwa ini terjadi setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi pada Januari lalu.
Ketua Tim Konsultatif Independen Ahmad Syafii Maarif merasa khawatir terhadap merosotnya kewibawaan Presiden dengan adanya proses kriminalisasi yang terus berlangsung terhadap KPK. Padahal, Presiden sudah secara tegas memerintahkan kriminalisasi ini dihentikan pada 25 Januari 2015, di Istana Negara.
”Presiden Jokowi terlalu lambat. Semua opsi punya risiko. Pemimpin sejati pasti harus menghadapi risiko. Presiden perlu memiliki nyali burung rajawali. Jangan malah meniru kelelawar,” kata Syafii Maarif.
Syafii Maarif mengingatkan, KPK adalah anak dari hasil gerakan reformasi 1998. Undang-Undang KPK pun disahkan pada era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. ”Sekarang justru pada era Presiden Jokowi, KPK sedang dibiarkan digali kuburan masa depannya. Ini sudah menjadi pengkhianatan terhadap masa depan bangsa,” ujarnya. Dia menyebutkan, Polri dan KPK sama-sama penting. Janganlah institusi ini dibiarkan dirusak oleh oknum anak bangsa yang haus kekuasaan.
Posisi sulit
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menuturkan, Presiden Jokowi menyadari posisinya semakin sulit setelah Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka. Presiden akan sangat berhati-hati mengambil keputusan terkait konflik yang terjadi antara KPK dan Polri.
”Presiden sangat sadar dan sebab itu berhati-hati mengambil keputusan terkait masalah tersebut,” ujar Andi.
Semalam, Presiden ke rumah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar Jakarta. Kedatangan Presiden ini diduga terkait kasus KPK-Polri.
Sebelum bertamu ke rumah Megawati, Jokowi bertemu selama sekitar 30 menit dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Istana Kepresidenan.
”Yang dinantikan masyarakat, keputusan yang cepat. Lebih cepat, lebih baik. Saya serahkan kepada Presiden yang punya hak prerogatif. Apa pun keputusannya, Nasdem mendukung,” kata Surya terkait kasus KPK-Polri.
Kriminalisasi
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat Komisaris Besar Endi Sutendi, kemarin, menuturkan, Abraham telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen kependudukan atas nama Feriyani Lim, sejak 9 Februari lalu. ”Abraham Samad diduga keras telah mengurus dokumen kependudukan yang diduga terdapat pemalsuan di dalamnya untuk selanjutnya dipergunakan mengurus paspor milik Feriyani Lim,” kata Endi.
Dokumen kependudukan dimaksud adalah kartu keluarga dan kartu tanda penduduk milik Feriyani Lim (29), warga Pontianak, Kalimantan Barat.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso menambahkan, Bareskrim Polri juga tengah melakukan penyelidikan tentang kepemilikan senjata api ilegal yang dimiliki Abraham. Kasus tersebut merupakan laporan masyarakat pada 9 Februari 2015.
Abraham mengatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka oleh polisi tak dapat dilepaskan dari tindakan KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Menurut dia, tuduhan bahwa dirinya memalsukan surat atau tindak pidana administrasi kependudukan sama sekali tidak benar. Dia juga membantah mengenal perempuan bernama Feriyani Lim.
Nursyahbani Katjasungkana, salah satu pengacara Abraham menambahkan, kliennya disarankan tak menghadiri pemanggilan polisi terkait statusnya sebagai tersangka karena masih belum jelas waktu tindak pidana yang dituduhkan.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, KPK sudah mengirim surat, salah satunya ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo, mengenai penetapan tersangka sejumlah penyidik. ”KPK akan melakukan upaya hukum sebagai bagian dari proses untuk menegakkan hukum. KPK sudah membuat surat, salah satu tembusannya kepada beliau (Presiden Joko Widodo),” ujarnya.
Kuasa hukum Budi Gunawan, Razman Arif Nasution, menyatakan, adanya dugaan Budi membuka rekening dengan menggunakan KTP palsu, tidak bisa dikatakan tindakan yang melanggar hukum. Hal itu disebabkan tindakan tersebut tidak merugikan orang lain.
Dengan menggunakan KTP palsu, Budi Gunawan diduga membuka rekening di dua bank, yaitu BCA dan BNI, dengan nama Gunawan. Di kedua rekening tersebut, ia menyetor sejumlah uang. Namun, lanjut Razman, transaksi itu tidaklah patut dicurigai sebagai hal yang ilegal.
Percepatan
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menuturkan, ada beberapa opsi yang bisa diambil untuk mendukung KPK tetap berfungsi jika pimpinannya menjadi tersangka. Salah satu langkah itu adalah mempercepat proses seleksi komisioner KPK.
Empat pemimpin KPK saat ini, yaitu Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Zulkarnaen, dan Adnan Pandu Praja, seharusnya masih menjabat sampai Desember 2015.
Dengan demikian, Fadli mengatakan, DPR juga dapat mempertimbangkan percepatan proses pemilihan Wakil Ketua KPK pengganti Busyro Muqoddas. Dua calon pengganti, Busyro dan Robby Arya Brata, telah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan sejak tahun lalu. Namun, Komisi III memutuskan menunda pemilihan sampai Desember 2015
Langkah lainnya, lanjut Fadli, adalah Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menunjuk pelaksana tugas pimpinan KPK. Hal itu dilakukan agar tidak ada kekosongan kursi pimpinan di KPK.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan mengatakan, opsi itu masih perlu didiskusikan DPR bersama Presiden. (BIL/SAN/OSA/ENG/AGE/WHY/HAR)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.