Kasih Hanggoro: Seminar Kawruh Jiwa UBL untuk Menggali Kearifan Lokal
asih Hanggoro, MBA, mengatakan bahwa tujuan digelarnya seminar kawruh jiwa ini adalah untuk menggali kearifan lokal
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menanamkan corporate value kepada seluruh mahasiswa, karyawan, dan dosen menjadi salah satu agenda rutin yang dilakukan Universitas Budi Luhur.
Untuk itulah, Universitas Budi Luhur menggelar seminar Kawruh Jiwa bertajuk “Manusia Berbudi Luhur Dalam Perspektif Psikologi Ki Ageng Suryomentaram”.
Tak hanya mahasiswa, dosen, dan karyawan yang hadir, namun undangan praktisi dari luar kampus Budi Luhur pun turut hadir di sana.
Digelar di Pusat Studi Kebudiluhuran Universitas Budi Luhur, seminar tersebut menghadirkan pembicara dari komunitas kawruh jiwa, yakni Dr. Helly P. Soetjipto dan Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D.
Sebagai moderator, ditunjuk Ketua Pusat Studi Kebudiluhuran, Rusdiyanta M.Si.
Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti Kasih Hanggoro, MBA, mengatakan bahwa tujuan digelarnya seminar kawruh jiwa ini adalah untuk menggali kearifan lokal, terutama pemikiran-pemikiran Ki Ageng Suryomentaram yang terkait dengan nilai-nilai budi luhur.
"Sejatinya, berbudi luhur adalah bagaimana menciptakan keseimbangan dan keharmonisan hidup sehingga diterima dalam masyarakat,” ungkap Kasih Hanggoro.
Sementara Rusdiyanta mengatakan, melalui seminar itu, diharapkan seluruh elemen Universitas Budi Luhur dapat memiliki local wisdom atau kearifan lokal “berbudi luhur”, yang notabene merupakan corporate value dari Universitas Budi Luhur.
Ia mencontohkan, salah satu kesamaan pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dengan nilai-nilai Budi Luhur adalah para dosen dituntut agar tidak hanya mengekor para ahli dari luar negeri.
“Implementasi nilai-nilai budi luhur bukan berada dalam ruang hampa, namun dibutuhkan enabling, empowering, dan protecting," jelas Rusdiyanta.
Enabling diakui Rusdiyanta artinya menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan nilai-nilai budi luhur berkembang. Sedangkan Empowering adalah memperkuat potensi masyarakat dengan penyediaan dan pemberian akses/peluang dalam berbudi luhur.
"Sedangkan protecting merupakan perlindungan dan pemihakan kepada orang-orang yang menerapkan nilai-nilai budi luhur,” jelas Rusdiyanta.