APBD Tingkat Mata Anggaran Merupakan Kewenangan Eksekutif
Pernyataan Refly menanggapi polemik pengajuan dana APBD
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negera, Refly Harun berpendapat bahwa surat edaran Kemendagri sudah jelas menyebut siapa yang berwenang menyetujui APBD di tingkat mata anggaran atau satuan tiga.
Menurutnya, berdasarkan edaran itu, persetujuan APBD di tingkat mata anggaran merupakan kewenangan eksekutif. "Dalam kasus di DKI Jakarta, eksekutif adalah kepala pemerintahan Provinsi DKI Jakarta," kata Refly Harun kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/3/2015).
Pernyataan Refly menanggapi polemik pengajuan dana APBD melalui e-budgeting yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tanpa melalui persetujuan DPRD DKI Jakarta. DPRD DKI Jakarta bersikeras bahwa mereka berhak mengajukan anggaran satuan tiga itu.
"Sekarang yang sedang diributkan kan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah ajukan APBD satuan tiga itu, tapi DPRD juga bersikeras jika mereka pun berhak ajukan anggaran satuan tiga itu dan punya hardcopy atau versi sendiri. Padahal kata Ahok bukan itu yang disetujui bersama. Mereka baru setuju sampai tingkat satuan dua," kata Refly.
Refly menduga, langkah Kemendagri mementahkan APBD yang diajukan Ahok tak lapas dari keberatan yang diajukan DPRD. Padahal itu adalah langkah yang tak konsisten.
"Bagaiamanpun di Kemendagri itu kan ada juga agen-agen DPRD. DPRD tetap bersikeras satuan tiga itu tidak sesuai dengan yang disepakati dan masuk wilayah DPRD," kata Refly.
Saat ini kisruh antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI Jakarta masih berlangsung. Polemik ini bermula dari pengajuan anggaran APBD melalui e-budgeting yang dilayangkan Ahok ke Kemendagri tanpa ada tanda tangan persetujuan DPRD DKI Jakarta.
DPRD menilai pengajuan anggaran e-budgeting itu seperti surat bodong. DPRD kemudian menggunakan hak angket terkait keputusan Ahok itu.
Ahok sendiri menekankan e-budgeting bisa diajukan tanpa tandatangan DPRD DKI Jakarta. Ahok juga menyatakan sengaja tidak meminta persetujuan dana APBD agar 'dana siluman' pengadaan alat UPS senilai Rp 12,1 triliun yang telah dicoretnya tidak muncul lagi. Bahkan Ahok telah melaporkan dugaan dana siluman tersebut ke KPK.