Mengapa Pemberian Remisi ke Koruptor KPK yang Dirugikan ?
Pemberian remisi untuk koruptor dianggap berpotensi melemahkan upaya penindakan KPK
Penulis: Rahmat Patutie
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberian remisi untuk koruptor dianggap berpotensi melemahkan upaya penindakan KPK maupun penegakan hukum lainnya.
Menurut Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, karena pemberian remisi pembebasan bersyarat untuk koruptor kontra produktif dengan upaya penindakan yang dilakukan KPK, kejaksaan dan kepolisian.
"KPK adalah pihak yang dirugikan oleh kebijakan yang dinilai tidak pro pemberantasan korupsi ini," kata Emerson di Sekretariat Indonesia Corruption Watch, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Selasa (24/3/2015).
Dengan alasan itu, kata dia, Menkumham terkesan berjuang agar koruptor segera dibebaskan dari penjara ataupun mengurangi hukumannya.
Menurut data ICW di era pemerintahan SBY 2014-2014, sedikitnya sudah 42 terpidana korupsi, 35 di antaranya kasus yang ditangani oleh KPK telah mendapatkan remisi dan akhirnya pembebasan bersyarat dari Kemenkumham.
Emerson melanjutkan bahwa pelonggaran pemberian remisi berpotensi mengapus sejumlah syarat pemberian remisi sebagaimana diatur dalam PP 99 Tahun 2012, seperti a. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukanya.
B. Telah membayar lunas densa pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, menurutnya, di masa mendatang syarat remisi cukup hanya berlakuan baik. Menurutnya, makna berlakuan baik ukurannya masih layak diperdebatkan dan berpotensi terjadi penyimpangan," ujarnya.
Tak hanya itu, penafsirannya bahkan bisa menjadi negatif seperti untuk mendapatkan remisi, seorang napi cukup memperlakukan secara baik kepada kepala penjara atau pejabat di lingkungan Kemenkumham.
Dalam beberapa hari terakhir isu remisi untuk terpidana perkara korupsi kembali menjadi polemik dan perdebatan. Pemicunya adalah rencana Menteru Hukum dan HAM Yasona Laoly untuk merevisi ketentuan yang mengetakan pemberian remisi kepada koruptor.
Penafsiran yang muncul di mata publik pemerintah berupaya untuk melonggarkan pemberian remisi untuk koruptor.
Ide ini oleh banyak kalangan dianggap kotroversial karena dapa melukai rasa keadilan masyarakat. "Korupsi sebagai kejahatan luar biasa tak seharusnya duberikan keringanan hukuman,"kata Emerson.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.