Presiden Harus Berani Stop Tarik Utang Luar Negri
Ketua Koalisi Anti Utang (KUA), Dani Setiawan menilai Indonesia harus berhenti menarik ULN
Editor: Budi Prasetyo
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA ---- Indonesia tercatat masih memiliki utang sekitar Rp. 2.700 triliun dari berbagai pihak di luar negri. Kreditor terbesar adalah Jepang dengan utang sekitar Rp 219 triliun, diikuti oleh Bank Dunia sekitar Rp 180 triliun, Asian Development Bank (ADB) sekitar Rp 109 triliun dan Islamic Development Bank (IDB) sekitar Rp 7,3 triliun.
Bahkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) - Perubahan 2015 yang disusun di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. terdapat rencana penarikan Utang Luar Negri (ULN) sebesar Rp 49,2 triliun. Penarikan itu rencanannya dilakukan terhadap lembaga yang sebelumnya sudah pernah memberikan utang, yakni Bank Dunia, ADB dan lembaga dari Jepang seperti Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
Ketua Koalisi Anti Utang (KUA), Dani Setiawan menilai Indonesia harus berhenti menarik ULN, dan rencana penarikan ULN yang tercantum di APBN-P 2015 masih bisa dibatalkan. Bahkan bila saat ini penarikan tersebut sudah sampai tahap pencairan, proses tersebut harus bisa dihentikan.
"Kontribusi ULN terhadap pembangunan di indonesia sebenarnya negatif, sudah berlangsung sejak 1984. Karena sejak saat itu negara ini membayar utang lebih banyak daripada menarik ULN baru," katanya saat dihubungi TRIBUNnews.com.
Dani Setiawan lebih lanjut menjelaskan, bahwa ULN selama ini hanya menjadi jalan bagi investor asing untuk menguasai aset-aset Indonesia, termasuk jalan untuk mengendalikan perekonomian Indonesia.
Pembatalan penarikan ULN itu menurutnya sinergis dengan pernyataan presiden Joko Widodo di pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 22 April lalu yang mengatakan"Pandangan yang mengatakan persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF (International Monetary Fund), dan ADB (Asian Development Bank) adalah pandangan usang yang perlu dibuang,"
"Sebaiknya presiden tidak main-main. Pidato ini disampaikan dihadapan negara-negara peserta KAA. Jokowi harus memberi contoh bagi dunia internasional sebuah tindakan yang konsisten," ujarnya.
Bila memang pemerintah berkomitmen untuk menyudahi penarikan ULN, maka pemerintah tidak perlu khawatir kekurangnya dana. Pasalnya setiap tahunnya sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) jumlahnya mencapai puluhan triliun rupiah.
Ia mengakui tidak mudah bagi Presiden untuk membawa Indonesia lepas dari ULN. Namun Presiden pun harus membuktikan pernyataannya soal ULN
"Jika dalam tiga bulan ke depan, tidak ada action atau tindak lanjut yang kongkrit, pidato itu (akan dinilai) bukan saja (sebagai) bentuk kebohongan, tetapi juga mempermalukan bangsa Indonesia di pergaulan internasional," tandasnya.