Menteri Kesehatan Wacanakan RSPI Sulianti Saroso Sebagai Pusat Riset Penyakit Infeksi
Menurut Menkes saat ini Indonesia masih menghadapi banyak masalah terkait penyakit infeksi menular, seperti tuberkulosis atau bahkan flu burung
TRIBUNNEWS.COM – Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek menilai Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso perlu dikembangkan sebagai pusat riset. Dengan fungsinya sebagai pusat rujukan nasional untuk penyakit infeksi, sangat disayangkan jika rumah sakit tersebut tidak dijadikan pusat penelitian.
Pentingnya pusat riset tersebut dikarenakan kondisi Indonesia yang menjadi supermarketnya penyakit. Kondisi ini membuat Indonesia tidak mudah untuk menghadapinya. Mulai dari penyakit menular, tidak menular, dan penyakit re-emerging yang bisa hilang dan muncul kembali seperti flu burung dapat menjadi kekhawatiran di Indonesia.
Wacana tersebut disampaikan Menteri Kesehatan saat memberikan sambutan di RSPI Sulianti Saroso, Kamis pagi (7/5) di Jakarta Utara dalam rangka HUT RSPI ke-21. ”Dengan jadi pusat riset, ke depannya diharapkan RS ini tidak hanya mampu memberikan pelayanan terbaik, tapi juga fokus pada riset,” ungkapnya.
Indonesia, menurut Menkes, menghadapi banyak masalah terkait penyakit menular. Selain TBC (Tuberkulosis) yang semakin kebal terhadap obat, juga terdapat penyakit re-emerging lain seperti flu burung yang rentan terjadi di Indonesia.
”Dengan adanya pusat penelitian, RSPI bisa meneliti apakah virus flu burung yang tengah berkembang saat ini masih sama dengan yang dulu atau sudah berubah. Saat ini jika terjadi kasus, sampel harus dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Nantinya, diharapkan RSPI Sulianti Saroso bisa meneliti sendiri,” ujarnya.
RSPI Sulianti Saroso sendiri mempunyai peranan penting dalam pengendalian penyakit menular di Indonesia, seperti pencegahan penyakit cacar dan emerging infectious diseases, pandemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) tahun 2003, Flu Burung (Avian Influenza) tahun 2005, dan pandemi Influenza H1N1 tahun 2009.
Rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit rujukan penyakit infeksi di Indonesia yang memiliki 11 tempat tidur di ruang isolasi. RS ini senantiasa bekerja sama dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif guna memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.
“RSPI Sulianti Saroso seharusnya lebih dikembangkan menjadi suatu sentral khusus untuk infeksi, guna peningkatan penelitian dan pelayanan khusus penyakit infeksi,” jelas Menkes.
Menkes juga menyarankan RSPI bekerja sama melakukan riset. Misalnya dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang saat ini juga tengah mengembangkan pusat riset.
”Saat ini seperti yang dilakukan FKUI, akan dibangun Pusat Riset Kedokteran yang terdiri dari dua tower. Kegiatan penelitian dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, dan mampu menyelesaikan masalah kesehatan yang selama ini belum terpecahkan,” katanya.
Wacana tersebut disambut baik jajaran direksi dari RSPI. Menurut Direktur Utama RSPI, Dr. dr Fatmawati, pengembangan pusat riset penyakit infeksi memang sangat dibutuhkan.
“Kalau bicara penyakit infeksi yang dikenal dengan emerging infectious disease, penyakit yang sebelumnya tidak ada menjadi ada,” ujarnya.
Dengan demikian, jika menjadi pusat riset, pihaknya akan mampu menangani penyakit-penyakit baru yang muncul.
”Biasanya, contoh penanganan kasusnya tidak banyak atau bahkan tidak ada, karena penyakitnya belum dikenal sebelumnya,” tambahnya.
Pusat riset kesehatan sendiri sangat diperlukan untuk menemukan cara penanganan penyakit yang tepat, mulai dari diagnosis hingga perawatan. Sebab setiap kali muncul penyakit baru, idealnya berbagai riset harus selalu dilakukan.
Contoh nyatanya adalah ketika penanganan kasus dan diagnosis indikasi ebola yang terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu.
Informasi kesehatan dan berita lainnya dapat disimak di laman www.depkes.go.id dan www.sehatnegeriku.com. (advertorial)