Pemerintah Khawatir Jurnalis Asing Bawa Misi Tertentu di Papua
Pemerintah Indonesia tetap mengkhawatirkan gerakan atau misi tertentu yang dibawa jurnalis asing dalam melakukan peliputan di wilayah Papua.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia tetap mengkhawatirkan gerakan atau misi tertentu yang dibawa jurnalis asing dalam melakukan peliputan di wilayah Papua. Meski saat ini Presiden Joko Widodo sudah mengizinkan jurnalis negara lain masuk ke Bumi Cendrawasih tersebut.
"Tim aparat, BIN (Badan Intelijen Negara) juga terus jalan memantau mereka," kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Tedjo Edhy Purdjiatno, Jumat (29/5/2015).
Tedjo berkata demikian karena mencuatnya dugaan adanya dua kelompok jurnalis asing yang meliput di Papua. Mereka yang tulus melaporkan kondisi Papua dan yang memiliki misi tertentu. Sebab itu pemantauan akan dilakukan melalui sebuah tim monitoring yang dahulu bernama clearing house. Namun tim tak akan mengawal khusus para jurnalis asing, melainkan lebih kepada langkah antisipatif menjaga keamanan masing-masing pewarta.
"Kita tahu lah di Jayapura itu masih hutan. Kalau mereka tidak beritahukan keberadaannya disana, kalau terjadi sesuatu kan pemerintah yang disalahkan, seolah-olah wartawan asing hilang disana. Jadi kita tetap memberikan akses," kata Tedjo.
Soal adanya saran bahwa Pemerintah perlu mengantongi data jurnalis asing yang meliput di Papua, mantan KASAL itu tak menampik mendapat dari pihak BIN. Namun lebih rinci, Tedjo enggan membeberkannya. Ia menegaskan, Pemerintah Indonesia sejatinya memberikan akses agar pihak internasional mengetahui situasi positif yang saat ini berlangsung di Papua. Akan tetapi akses itu hendaknya tidak disalahgunakan.
"Wartawan asing di Papua bukan arti sebebas-bebasnya," kata Tedjo.
Menurut Politikus NasDem itu, kebijakan Presiden Jokowi ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah mengurangi pendekatan keamanan menyelesaikan masalah Papua. Bahkan ia menyebut Organisasi Papua Merdeka atau disingkat OPM sudah tidak ada lagi, karena menjelma menjadi bentuk lain.
Tedjo menyatakan, OPM kini berarti Orang Papua Membangun. Sehingga berita miring mengenai stigma Papua sebagai daerah rawan konflik dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tidak lagi mengemuka di dunia internasional.
"Kalaupun terjadi tindakan kriminal itu sama seperti di daerah-daerah. Jangan diarahkan ke HAM terus. Sehingga nama Indonesia di dunia internasional akan jadi baik," kata Tedjo. (Edwin Firdaus)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.