Ichsanuddin Noorsy:Tak Beda dengan Petral, ISC Hanya Ganti Baju
Dirinya menduga kuat adanya campur tangan Ari Soemarno dalam kegiatan pengadaan minyak mentah dan BBM di Pertamina.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy mengatakan, tersandungnya Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina dalam kasus dugaan korupsi dan pencucian uang tender Liquefied Petroleum Gas (LPG) pada tahun 2015 adalah bukti bahwa ISC menjadi sarang mafia migas seperti Petral terdahulu.
"Ganti baju nih (mafia migas-red)," kata Noorsy kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (6/6/2015).
Dirinya menduga kuat adanya campur tangan Ari Soemarno dalam kegiatan pengadaan minyak mentah dan BBM di Pertamina. Noorsy menuding Ari Soemarno juga yang menyuburkan aksi mafia di ISC saat ini.
"Dia adalah orang yang melahirkan ISC dan karena itu orang banyak curiga jangan-jangan dia (Ari Soemarno) juga. Di kasus kondensat TPPI juga harusnya Ari Soemarno diperiksa," katanya.
Selain itu menurutnya selama ini di ISC Pertamina tidak ada gambaran berapa sudah terjadi penghematan, berapa pembelian maupun pada pembelajaan. Selain itu, ISC juga tak terdapat gambaran soal peningkatan penerimaan.
"ISC kan dia memasok dan dia membeli. Kalau ISC tidak menunjukkan gambaran ketahan stok BBM di dalam negeri tidak ada gunanya. Apalagi tidak menunjukan gambaran perbaikan pada kinerja keuangan," katanya.
Adapun carut marut yang terjadi di sektor energi di Indonesia disebut Noorsy bermula sejak adanya UU Migas No 22 tahun 2001 menggantikan UU Migas No 8 tahun 1971. UU tersebut dinilainya sebagai regulasi yang mengawali penentuan harga berdasarkan mekanisme pasar.
"UU migas yang jauh dari kata pro akan kepentingan rakyat ini terlahir atas dorongan dari Kuntoro Mangkusubroto, Purnomo Yusgiantoro dan Susilo Bambang Yudhoyono. Carut marutnya UU No 22 Tahun 2001 yang lahir karena tiga manusia itu. Mereka janjikan dalam rangka meningkatkan industri perminyakan," katanya.