FOTO: Preman Pendukung Bupati Empat Lawang yang Pukuli Wartawan di KPK
"Gue lagi moto, gue disikat dari belakang," ujar pewarta foto itu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penahanan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzanna, Senin (6/7/2015), diwarnai kericuhan. Menjelang keduanya ditahan, massa pendukung Budi Antoni yang berjumlah sekitar 40 orang berkumpul di halaman depan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Budi keluar dari Gedung KPK sekira pukul 19.30 WIB. Ia tampak mengenakan baju tahanan KPK berupa rompi berwarna oranye.
Begitu menuruni tangga menuju mobil tahanan, Budi langsung dikerumuni massa pendukungnya. Para pewarta foto yang akan mengambil gambar merasa terganggu dengan massa yang menghalangi mereka bekerja. Bahkan, keributan masih terjadi setelah mobil tahanan meninggalkan halaman Gedung KPK dan membawa Budi ke Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Guntur.
Seorang pewarta foto dari surat kabar nasional mengaku kepalanya dipukuli berkali-kali dari arah belakang.
"Gue lagi moto, gue disikat dari belakang," ujar pewarta foto itu.
Kuasa hukum Budi pun kena getahnya. Bahkan, ia sempat terkena lemparan tempat sampah.
"Ini KPK bukan tempat preman. Jangan bawa-bawa preman ke sini," protes pewarta foto lain kepada kuasa hukum Budi.
Akibat keributan tersebut, kamera seorang pewarta rusak parah. Kedua pihak akhirnya dimediasi oleh petugas keamanan KPK.
Pasangan suami istri tersebut ditetapkan sebagai tersangka pada 25 Juni 2015. KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka setelah melakukan pengembangan atas putusan akhir Akil Mochtar yang telah berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan putusan tersebut, Akil terbukti menerima suap sebesar Rp 10 miliar dan 500 ribu dollar AS terkait pengurusan sengketa Pilkada Empat Lawang.
Keduanya juga diduga memberi keterangan palsu dalam sidang Akil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Tak hanya itu, Budi Antoni dan Suzanna diduga memberi keterangan yang tidak benar dalam sidang Akil. Atas perbuatannya, Budi dan Suzanna disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 54 ayat 2 ke-1 KUHP. Untuk dugaan kedua, KPK menjerat keduanya dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam sengketa Pilkada Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri mengajukan gugatan sengketa pilkada ke MK karena hasil pemungutan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat menetapkan pasangan calon Joncik Muhammad dan Ali Halimi sebagai pemenang, diduga menyuap Akil melalui Muhtar Ependy.
Muhtar merupakan orang dekat dan kepercayaan dalam mengelola sejumlah uang Akil. Budi melalui Suzanna menyerahkan uang Rp 10 miliar kepada Muhtar. Uang itu lalu dititipkan Muhtar kepada Wakil Pimpinan BPD Kalimantan Barat Cabang Jakarta Iwan Sutaryadi. Budi melalui istrinya kembali menyerahkan uang 500.000 dollar AS kepada Muhtar yang dititipkan kepada Iwan.
Selanjutnya, Muhtar menyerahkan uang tunai sebesar Rp 5 miliar dan 500.000 dollar AS kepada Akil di rumah dinasnya. Sisa Rp 5 miliar disetorkan ke tabungan pribadi Muhtar atas persetujuan Akil.
Setelah terjadi penyerahan uang itu, pada 31 Juli 2013, MK memutus perkara permohonan keberatan Pilkada Empat Lawang, antara lain dengan membatalkan hasil rekapitulasi suara di KPU setempat dan menetapkan Budi bersama pasangannya, Syahril Hanafiah, sebagai peraih suara terbanyak.
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
Kasus Korupsi Akil Mochtar
Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita