Di Persidangan OC Kaligis Cerita Tak Bisa Gaji Karyawan karena Rekeningnya Diblokir
OC Kaligis bercerita soal rekening miliknya yang diblokir penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tersangka suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan OC Kaligis bercerita soal rekening miliknya yang diblokir penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Akibat pemblokiran tersebut, dia mengaku tidak bisa membayar gaji ratusan pegawainya.
"Rekening saya ditutup, apa relevansinya. Kalau uang masuk bisa, kalau uang keluar ngga boleh, ini bagaimana," kata OC di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Kamis (27/8/2015).
Politikus Partai NasDem itu meminta hakim mempertimbangkan hal tersebut. Dirinya mengaku akibat pemblokiran rekeningnya sejumlah pegawai yang bekerja di kantor hukum miliknya, OC Kaligis and Associates belum digaji.
"Kantor saya sudah mau 50 tahun ini, rekening diblokir enggak bisa bayar gaji (ratusan pegawai saya)," katanya.
Diketahui, KPK menangkap Kaligis pada tanggal 14 Juli 2015. Dirinya ialah kuasa hukum Pemerintah Provinsi Sumatera Utara saat gugatan ke PTUN Medan dilayangkan. Gugatan tersebut berisi pengusutan kasus penyelewengan dana bantuan sosial di Pemprov Sumut.
Kemenangan gugatan yang diajukan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Achmad Fuad Lubis itu berbuntut panjang. Tiga hakim PTUN dan seorang panitera ditangkap KPK karena indikasi suap yang diterima dari pengacara anak buah OC Kaligis.
Lima orang dicokok dalam operasi tangkap tangan di kantor PTUN Medan, Kamis (9/7/2015). KPK juga menyita uang US$15 ribu dan Sin$ 5 ribu yang diduga uang suap.
Dari pengembangan kasus, selain Kaligis, KPK juga menetapkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan isterinya Evy Susanti sebagai tersangka suap.
OC Kaligis diduga berperan dalam suap bersama dengan anak buahnya yang tertangkap tangan KPK tengah bertransaksi suap, M Yagari Bhastara alias Geri.
Kaligis disangka sebagai pemberi suap dan dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.