Amir Syamsuddin Nilai Tak Perlu Surat Edaran untuk Kepala Daerah
"Di era SBY tak ada itu, Anda kan bebas. Sekarang ada perhitungan, harus lebih hati-hati," kata Amir.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Ketua Mahkamah Partai Demokrat, Amir Syamsuddin, mengatakan bahwa surat edaran pemerintah pusat kepada kepala daerah tidak diperlukan meskipun itu sifatnya imbauan.
"Di era SBY tak ada itu, Anda kan bebas. Sekarang ada perhitungan, harus lebih hati-hati. Kebijakan kepala daerah seringkali masih sedikit melenceng. Kejadian seperti itu, bisa saja terjadi," ujar Amir saat pertemuan dengan wartawan di Nicoles Kitchen, Cianjur, Sabtu (29/8/2015).
Amir menambahkan bahwa seluruh kebijakan kepala daerah hendaknya dibuat untuk kepentingan masyarakat. Jangan karena kebijakan tersebut sudah dilakukan, namun tidak ada tindak pidana. Menurut Amir, jika terjadi sesuatu yang bersifat koruptif, maka pihak berwenang wajib melakukan penyelidikan.
"Kalau kebijakan yang mempunyai koruptif ya harus diselidiki. Jangan jadi alasan kepala daerah tidak berani mengeluarkan anggaran, kalau memang sudah dikerjakan dengan baik, tidak perlu ada keraguan. Adil saja lah, kita tak bisa mengatakan kebijakan tak bisa dipidana," kata Amir
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajarannya untuk membuat surat edaran bagi kepala daerah.
"Nanti kami kirim sampai ke daerah yang intinya itu tadi bahwa hal yang bersifat kebijakan tidak bisa dipidanakan. Kedua, kesalahan administratif penyelesaiannya secara administratif juga," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Pramono menjelaskan, adanya kesalahan dalam mengambil kebijakan merupakan kesalahan yang bersifat administratif. Hal itu telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.
Pram mengatakan Undang-Undang tersebut justru memberi jaminan kepada kepala daerah untuk menggunakan anggaran selama tidak mencuri maka mereka diberikan jaminan secara hukum.
"Tapi kalau mereka mencuri, korupsi, menyalahgunakan kewenangannya, maka kewenangan kejaksaan, kepolisian, KPK, malah didorong presiden selama mereka melakukan tindak pidana korupsi," ucap Pramono