Perppu Kebakaran Hutan untuk Menindak Tegas Pelaku Pembakaran Hutan
Anggota Komisi IV DPR RI, Hamdani mendukung wacana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait kebakaran hutan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI, Hamdani mendukung wacana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait kebakaran hutan.
"Itu (perppu) bagus sekali karena kita ingin ada penegasan dan penindakan khusus bagi pelaku pembakaran hutan," katanya di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Senin (21/9/2015).
Legislator asal Kalimantan Tengah ini menjelaskan bahwa UU Kebakaran Lahan sudah digagas (diinisiasi) cukup lama oleh DPD RI, lebih kurang tiga tahun lalu. Namun, UU itu belum sempat diselesaikan menjadi undang-undang.
Menanggapi polemik yang menyebut bahwa perppu itu tidak diperlukan lagi, Hamdani berpandangan sebaliknya. Menurutnya, UU yang sudah ada tidak menjelaskan secara khusus tindakan perusahaan yang secara sengaja melakukan pembakaran hutan untuk membuka lahan.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bambang Hendro, menyebut bahwa Perppu itu tidak perlu karena sudah ada UU no 41 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Hutan dan Lahan.
"Dalam UU no 41 Tahun 1999 pembakaran itu lebih kepada kasus illegal logging, tidak menjelaskan terkait pembakaran hutan secara total," terang Hamdani.
Oleh karena itu, legislator Partai NasDem ini mengharap adanya UU terpisah tentang kebakaran hutan dan lahan, yang memuat sanksi tegas bagi pelaku pembakaran hutan.
Terkait kebakaran hutan dan lahan yang sedang mendera di Indonesia, Hamdani menyebut setidaknya ada tiga indikasi penyebab kebakaran. Pertama, secara sengaja dilakukan oleh perusahaan perkebunan swasta untuk membuka lahan baru.
"Mereka menyewa masyarakat untuk membakar lahan, dan pembakaran lahan tersebut malah melebar ke lahan hutan lainnya," ujar anggota dewan yang fokus pada masalah pertanian, kehutanan dan perikanan ini.
Kedua, dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan untuk dijadikan lahan berkebun, dan ketiga, disebabkan faktor ketebalan gambut yang sangat dalam, sehingga dapat menimbulkan titik api (hotspot) di musim kemarau, seperti saat ini.
Hamdani meminta penegakan hukum bagi pelaku atau perusahaan pembakaran hutan, tidak dilakukan setengah hati. Jangan sampai ketika sudah masuk ranah hukum, kasusnya lenyap tanpa terproses ke kejaksaan, seperti yang sudah-sudah.
Saat ditanya terkait wacana moratorium konsensi lahan, anggota komisi IV ini berpandangan belum perlu dilakukan. Saat ini, menurutnya perlu fokus dulu pada upaya untuk mengatasi dampak kebakaran. Ke depannya, Hamdani meminta Kementerian LHK menata kembali lahan gambut agar terjaga ekosistemnya, dan tidak memberikan izin baru bagi perusahaan perkebunan untuk mengelola lahan gambut.
"Jangan diberikan izin baru kepada perusahaan untuk mengelola perkebunanan di lahan gambut yang mudah terbakar di musim kemarau," tegas Hamdani.