Kubu SDA Berharap SBY Mau Bersaksi di Pengadilan
kehadiran Presiden RI ke-6 sebagai saksi diyakini bakal membawa dampak positif bagi Ketum Partai Demokrat itu
Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) tak main-main ingin mengundang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menjadi saksi yang meringankan dirinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Terdakwa kasus dugaan korupsi dalam penyelengaraan ibadah haji di Kementerian Agama dan penyelewengan dana operasional menteri (DOM), ini rencananya akan mengutus orang menghadap SBY.
Penasihat hukum Suryadharma Humphrey Djemat mengatakan, kehadiran Presiden RI ke-6 sebagai saksi diyakini bakal membawa dampak positif bagi Ketum Partai Demokrat itu.
"Kami berharap yang bersangkutan mau hadir. Lagipula kalau tidak hadir kesan yang muncul nanti, publik menganggapnya menghindar," kata Humphrey saat dihubungi di Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Menurutnya, SBY salah satu kunci dibalik perkara korupsi yang membelit kliennya. SBY diyakini dapat membeberkan hubungan SDA dengan Komisi VIII yang tidak harmonis sehingga mematahkan dakwaan jaksa yang menyebut kliennya mengakomodir rekomendasi petugas PPIH dari Komisi VIII.
"Kalau hadir tentu bagus, ada kesempatan untuk klarifikasi karena beliau memahami sekali kasus ini," katanya.
Diberitakan sebelumnya, SDA didakwa bersama-sama Politikus PPP, Mukhlisin; Ketua Fraksi PPP, Hasrul Azwar; Wakil Ketua Komisi IX DPR periode 2014–2019, Ermalena; serta pengawal istri SDA, Mulyanah alias Mulyanah Acim; dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp1,821 miliar melalui penggunaan dana DOM.
SDA juga diduga turut menguntungkan 180 petugas PPIH dan tujuh pendamping Amirul Hajj yang ditunjuk oleh terdakwa tidak sesuai ketentuan. Lalu sebanyak 1.771 jamaah haji yang diberangkatkan tidak sesuai nomor antrean berdasarkan nomor porsi, serta memperkaya korporasi penyedia akomodasi di Arab Saudi, yaitu 12 majmuah (konsorsium) dan lima hotel transit.
Atas perbuatannya itu, SDA diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.