UU TKI Dinilai Cacat Pemikiran dan Dimensi HAM
Direktur Migran Care Anis Hidayat menilai UU No.39 Tahun 2004 layak direvisi
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Migran Care Anis Hidayat menilai UU No.39 Tahun 2004 tentang TKI layak direvisi. Sebab, UU tersebut dinilai cacat pemikiran dan dimensi HAM.
"Pasalnya tidak ada satupun substansi hak pokok manusia dalam UU tersebut. Karena subyeknya bukan buruh migran tapi PJTKI," kata Anis dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Anis mengatakan saat ini revisi UU itu masuk dalam tahap kedua. Ia menilai revisi tahap pertama pada periode lalu tidak ada perkembangannya.
"Hanya perubahan judul. Hanya menggeser judul saja butuh lima tahun," ujar Anis.
Ia meminta adanya jaminan hak buruh migran diluar negeri. Dalam UU lama terlihat eksploitasi ada menjadi alat legitimasi swasta dalam berbisnis.
"Dalam UU terdahulu swasta memberi peran sangat banyak. Kami gembira kalau dikurangi," tuturnya.
Anis mengharapkan pola rekrutmen tenaga kerja Indonesia dijamin pemerintah dengan adanya peningkatan pelayanan publik. Selain itu diperlukan peningkatan pengawasan terhadap perusahaan penyalur TKI.
"Siapa berperan dimana? pengawasan enggak perlu menteri manjat pagar melihat perusahaan. Tetapi di meja, menteri dapat memonitor perusahaan atau pemda yang baik," katanya.