Bareskrim Cegah Rektor Berkley Keluar Negeri
LK tersangka pemalsuan ijazah dan penyelenggaraan pendidikan tanpa izin tidak ditahan karena alasan kesehatan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walaupun Bareskrim Polri tidak menahan Rektor Universitas Berkley, LK tersangka pemalsuan ijazah dan penyelenggaraan pendidikan tanpa izin karena alasan kesehatan.
Namun proses hukum terhadap LK yang berusia 79 tahun ini tetap berlanjut. Bahkan agar menjamin LK tidak kabur, Bareskrim telah melakukan pencegahan keluar negeri pada LK.
"Memang tidak ditahan, tapi sudah kami minta untuk dicegah keluar negeri," kata Kasubdit Politik dan Dokumen Dit Tipidum Bareskrim Polri, Kombes Rudi Setiawan, Senin (12/10/2015) di Mabes Polri.
Rudi melanjutkan dalam pemeriksaan perdana LK sebagai tersangka hari ini, Senin (12/10/2015), penyidik menanyakan seputar masalah izin. Dan selama 7 jam diperiksa sejak pukul 11.40-19.30 WIB, LK sama sekali tidak bisa menunjukkan izin pendirian universitasnya.
Usai pemeriksaan LK irit bicara. Dia memilih menutupi mukanya dari sorotan kamera menggunakan jas abu-abunya. Ketika ditanya soal materi pemeriksaan, dan berapa pertanyaan yang ditanyakan penyidik, LK sama sekali tidak bergeming dan terus menutupi mukanya.
"Sudah-sudah, kalau dibayar saya kasih tahu, kalau gak dibayar saya gak mau kasih tau," singkat LK sambil berlalu meninggalkan Bareskrim.
Sebelumnya LK sudah dua kali mangkir panggilan, akhirnya hari ini Senin (12/10/2015) LK memenuhi panggilan penyidik Bareskrim. Seharusnya LK diperiksa pada Selasa (6/10/2015) namun ia tidak hadir karena alasan sakit.
Lalu saat panggilan kedua Jumat (9/10/2015), LK mengaku sakit dan mengajukan surat dari Rumah Sakit Bhakti Asih, Tangerang.
Untuk diketahui Bareskrim menetapkan pengelola Universitas Berkley di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, LK sebagai tersangka karena terbukti melakukan tindak pidana penyelenggaraan pendidikan tanpa izin, gelar tanpa hak, pemberian ijazah, dan pemalsuan surat keterangan menteri tentang penyetaraan gelar internasional.
Selain menetapkan tersangka pada LK, penyidik juga telah memeriksa beberapa saksi diantaranya mahasiswa, staf Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta penyelenggara.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan diketahui jumlah mahasiswa di sana ada sekitar 40 orang. Untuk bisa mengikuti perkuliahan, mereka diwajibkan membayar Rp 60-70 juta demi bisa mendapatkan gelar PhD.
Agar lebih meyakinkan para korban, pengelola mengajak korban masuk ke Universitas Berkeley melalui internet dan menyebar brosur serta seolah-olah memiliki kekuatan hukum mampu meyakinkan orang.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 subsider pasal pemalsuan dengan ancaman 10 tahun penjara.